GELORA.CO - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menanggapi soal adanya penolakan dari masyarakat terkait rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Soeharto.
Pria yang akrab disapa Gus Ipul itu berjanji mendengarkan aksi penolakan tersebut dan pemerintah pun akan menerima aspirasi itu.
“Ya tentu kita dengar ya, ini bagian dari proses, kita ikuti, usulan dari masyarakat juga kita ikuti,” katanya di Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025).
Gus Ipul menjelaskan, bahwa saat ini terkait pemberian gelar itu masih dalam pembahasan, sehingga ia memastikan, akan mempertimbangkan segala usulan dari masyarakat.
“Usulan dari masyarakat kita ikuti, normatifnya juga kita lalui, kalau kemudian ada kritik, ada saran, tentu kami dengarkan,” jelasnya.
Dikabarkan sebelumnya, Kemensos beserta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) mengusulkan soal pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto.
Gus Ipul mengungkapkan, proses pemberian gelar tersebut tidak semata-mata langsung diberikan melaikan melalui proses mekanisme dari tingkat Daerah hingga Pusat.
“Syarat melalui mekanisme, ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” ungkapnya.
Selain Soeharto ada beberapa nama lainnya direncakan mendapatkan gelar Pahlawan di antaranya, K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Lalu sebanyak empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).
Dengan adanya wacana tersebut, beberapa gerakan masyarakat pun menolak nama Soeharto menjadi Pahlawan Nasional. Salah satunya dari Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas).
Melalui keterangan persnya, Gemas secara terang-terangan menolak soal rencana pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto.
Menurutnya, Presiden ke-2 itu memiliki rekam jejak yang buruk selama 32 tahun memimpin Indonesia.
“Ia telah melakukan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran HAM, bahkan pelanggaran berat terhadap HAM, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),” tulis Gemas melalui laman resminya, Kamis (10/4/2025).
Gemas juga menilai pengusulan pemberian gelar tersebut bermasalah serta merupakan upaya penghapusan sejarah dan pemutihan atas berbagai kejahatan yang dilakukan Soeharto.
Sumber: tvone