GELORA.CO - Penangkapan tiga hakim oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait suap vonis lepas pada perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, menampar keras wajah Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Komisi III DPR RI, Jazilul Fawaid mengatakan kejadian tersebut sangat memprihatinkan. Menurutnya, kejadian ini akan menurunkan kepercayaan publik kepada penegakan hukum. Kondisi ini menjadi tugas berat presiden, karena mengembalikan kepercayaan bukan perkara gampang.
"Ini berat untuk memulihkan kepercayaan publik, karena bertubi-tubi di saat ekonomi kurang baik, di saat rakyat berharap agar ekonomi berkembang usaha rakyat sedang ingin keadilan ditampakkan, sementara yang tampak malah compang-campingnya, yang tampak malah wajah buruknya," ujarnya di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Jazilul juga menyoroti gaji hakim senilai Rp 25 juta per bulan. Dia mengatakan saat itu Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji hakim lantaran ingin adanya kesejahteraan bagi para hakim.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Prabowo ketika itu ingin agar hakim sejahtera. Mereka yang tidak punya, sementara itu di sebagian, itu yang saya sebut, sementara ada hakim yang sebagian di pelosok yang gak punya fasilitas apapun. Sementara ada sebagian lain menampar mukanya dengan kejadian seperti ini," ujarnya.
Masih belum hilang dari benak publik soal aksi mogok massal para hakim, yang menuntut naik gaji. Sekretaris Bidang Advokasi Hakim PP Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Djuyamto, pada September lalu, termasuk yang ikut bersuara agar tuntutan kenaikan gaji pokok bagi para hakim, mestinya dapat direspons secara bijaksana oleh Prabowo.
Ia menyebut sejak 2012-2024 belum pernah ada kenaikan atau penyesuaian besaran gaji maupun tunjangan untuk para hakim, sehingga Djuyamto menilai perlu untuk mengingatkan pemerintah untuk memberikan kenaikan atau penyesuaian.
Menariknya, Djumato adalah satu dari tiga hakim yang dijadikan tersangka di kasus CPO. Tiga hakim tersebut adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, sudah diperiksa tujuh orang saksi, maka pada Minggu (13/4/2025) malam, penyidik menetapkan tiga orang tersangka,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin dini hari (14/4/2025).
Ketiganya diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut. Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. "Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut, yaitu agar perkara tersebut diputus ontslag," kata Qohar. (*)