GELORA.CO - Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang, pada Kamis (20/3) menuai kontroversi. Pengesahan UU TNI itu dilakukan di tengah masifnya kritik dan kecaman atas revisi UU TNI.
Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu teregister dengan nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
"Permohononan pengujian formil tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI," sebagaimana dikutip pada laman MKRI.id, Minggu (23/3).
Adapun, ketujuh mahasiswa FH UI yang mengajukan gugatan di antaranya Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan Yuniar A. Alpandi.
Dalam petitumnya, mereka menilai terdapat kecatatan prosedural dalam revisi UU TNI. Mereka meminta MK membatalkan revisi UU TNI, serta menyatakan bahwa UU TNI yang baru disahkan itu inkonstitusional bertentangan dengan UUD 1945.
Bahkan, mereka juga meminta MK untuk menghapus norma baru dalam UU TNI. Serta mengembalikan norma lama sebelum adanya revisi oleh Komisi I DPR RI.
Adapun, DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pengesahan itu dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/3).
Terdapat tiga Pasal penting yang menjadi perhatian publik dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal di antaranya Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53. Pasal-pasal itu mengatur terkait kewenangan pokok TNI, termasuk usia pensiun dan penempatan militer pada jabatan sipil.
Berikut tiga pasal penting pada Revisi UU TNI:
Pasal 7, Tugas pokok dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Dalam Pasal 7 RUU TNI terdapat dua tugas baru militer selain perang, dari yang sebelumnya hanya 14 menjadi 16 tugas TNI. Adapun, dua tambahan tugas itu yakni, menanggulangi ancaman siber dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Pasal 7 (2) huruf b:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan Wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan Wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10.membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang;
11.membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan;
14. membantu Pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan;
15. membantu dalam upaya menanggulangi Ancaman pertahanan siber; dan
16. membantu dalam melindungi dan menyelamatkan Warga Negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Pasal 47, Kementerian/Lembaga yang bisa diisi TNI
Dalam pasal 47, terdapat penambahan posisi jabatan sipil yang bisa diisi militer, dari sebelumnya hanya 10 kementerian/lembaga kini menjadi 14 kementerian/lembaga.
Adapun, penambahan jabatan sipil itu di antaranya penempatan di BNPT, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
2. Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
3. Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
4. Badan Intelijen Negara
5. Badan Siber dan/atau Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional
7. Badan Search And Rescue (SAR) Nasional
8. Badan Narkotika Nasional (BNN)
9. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
10. Badan Penanggulangan Bencana
11. Badan Penanggulangan Terorisme
12. Badan Keamanan Laut
13. Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
14. Mahkamah Agung.
Pasal 53, Usia pensiun TNI
Pasal 53 RUU TNI mengubah batas usia pensiun prajurit TNI. Hal itu diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dengan batas usia pensiun yang variatif berdasarkan pangkat dan jabatan.
- bintara dan tamtama maksimal 55 tahun
- perwira sampai dengan pangkat kolonel maksimal 58 tahun
- perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun
- perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun
- perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun
Sementara untuk perwira tinggi bintang 4, batas usia pensiun maksimal 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali atau dua tahun sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres).
Sumber: jawapos