Nasib Eks Kapolres Ngada Ditentukan Hari Ini, Kompolnas: Pasti Dipecat Tidak dengan Hormat

Nasib Eks Kapolres Ngada Ditentukan Hari Ini, Kompolnas: Pasti Dipecat Tidak dengan Hormat

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Nasib mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), akan ditentukan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar hari ini, Senin (17/3/2025).

Sidang tersebut dijadwalkan berlangsung di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, mulai pukul 09.00 WIB.

Komisioner Kompolnas M Choirul Anam meyakini bahwa AKBP Fajar akan diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) menyusul dugaan pelanggaran berat yang dilakukannya.

"Dengan konstruksi peristiwa seperti itu, apalagi kemarin Pak Karowabprof mengatakan ini pelanggaran berat kategorinya, ini pasti PTDH," ujar Anam kepada wartawan.


Anam menyebut hasil sidang KKEP kemungkinan akan diputuskan hari ini.

"Iya hari ini," kata dia.

Menurutnya, hal yang paling penting diketahui ialah pijakan konstruksi perkaranya.


AKBP Fajar Lakukan Pelanggaran Berat

Sidang KKEP ini digelar setelah AKBP Fajar menjalani proses pemeriksaan kode etik di Divisi Profesi dan Pengawasan (Propam) Polri sejak 24 Februari 2025.

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS termasuk dalam kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik pun segera digelar.


Sebelumnya, Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto menuturkan AKBP Fajar sudah menjalani proses pemeriksaan kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025.

"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS (AKBP Fajar,-red) termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar," kata Brigjen Agus.

Sanksi Pidana

Selain sanksi etik, FWLS juga menghadapi jeratan hukum pidana. 


Terduga pelanggar juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kekinian ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

Atas perbuatannya, FWLS dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. 

Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Diketahui, AKBP Fajar terbukti melakukan tindak pidana perbuatan asusila terhadap tiga anak di bawah umur.

Polri Akuntabel dan Transparan Tangani Kasus

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, mengatakan Polri akan transparan dan akuntabel dalam menangani kasus tersebut.

"Untuk hasil pemeriksaannya masih dalam proses, nanti kita update melalui Propam," kata Sandi kepada wartawan.

"Yang jelas siapa pun itu yang melanggar ketentuan akan kita tindak tegas dan kita tindak," tambahnya.

Sandi menambahkan, komitmen tersebut berulang kali disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Dia juga menekankan, agar Polri terbuka untuk dikoreksi dan diawasi, sehingga Korps Bhayangkara bisa menjadi lebih baik ke depan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Orangtua Korban Minta Pelaku Dihukum
Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang menjerat Kapolres Ngada nonaktif, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman, semakin terang.

AKBP Fajar juga diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Salah satu orang tua dari anak yang menjadi korban pencabulan tersebut meminta agar Mabes Polri melakukan proses hukum seadil-adilnya dan memberikan hukuman yang berat kepada pelaku. 

Hal itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Veronika Ata, setelah berkunjung melihat korban dan bertemu langsung orang tua korban beberapa waktu lalu.

"Mereka marah dan sedih karena melihat anaknya menjadi korban pencabulan dari eks Kapolres Ngada," katanya kepada wartawan Pos-Kupang.com, Minggu (16/3/2025).

Veronika lebih lanjut menjelaskan, ibu kandung korban kecewa terhadap F, anak kos di kos-kosan mereka, yang selama ini sudah dianggap sebagai anak.

"Kami kecewa dan marah, F datang meminta izin langsung ke kami untuk pergi bermain bersama anak kami (korban), namun menjual anak kami," ujar Veronika seraya merasakan kesedihan yang dialami ibu korban.

Untuk diketahui, F sendiri merupakan mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Kota Kupang, NTT.

F tinggal di sebuah kos-kosan. Dia berkenalan dengan AKBP Fajar melalui aplikasi MiChat.

Adapun F berperan sebagai penyedia anak di bawah umur untuk diberikan kepada pelaku.

"Yang bersangkutan meng-order anak tersebut melalui seseorang yang bernama F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024," ujar Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Kronologi Bertemunya Korban dan Pelaku
Awal mulanya, F mengajak korban yang merupakan anak di bawah umur untuk jalan-jalan.

Selanjutnya, F menyampaikan kepada korban, mereka akan bertemu seorang om.

Keduanya pun bertemu AKBP Fajar. Setelah jalan-jalan dan makan, mereka menuju kamar hotel yang sudah dipesan sebelumnya.

Saat di kamar hotel, AKBP Fajar Lukman melakukan aksi pencabulan.

Korban sempat menangis kesakitan, namun dibujuk oleh pelaku dengan memberi uang Rp100 ribu.

Setelah kejadian, F membawa korban pulang ke rumah.

F meminta korban untuk tidak menceritakan kepada orang tuanya. Imbalannya, F memberi korban uang Rp7.000.

Resmi Jadi Tersangka

Kepolisian akhirnya menetapkan AKBP Fajar Widyadharma Lukman sebagai tersangka dalam kasus pencabulan.

"Sampai kita gelar perkara ini masuk kategori berat sehingga statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Propam Polri," ungkap Karowabprof Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, Kamis (13/3/2025).

Selain itu, AKBP Fajar juga diduga telah mengonsumsi narkotika jenis sabu-sabu.

Hal itu terungkap saat pelaku menjalani tes dan mendapatkan hasil positif mengonsumsi narkoba.

LPSK Kawal Kasus

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkomitmen bakal mengawal kasus dugaan pencabulan anak yang dilakukan oleh Kapolres Ngada Nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma.

"LPSK akan mengawal perkara ini dan siap melindungi korban untuk mendapatkan keadilan," ujar Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).

Nurherawati menyatakan prihatin atas Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak, sebagai kelompok rentan.

LPSK pun menyoroti pentingnya evaluasi terhadap rekam jejak Kapolres Ngada dalam menangani kasus-kasus TPKS di NTT.

Nurherwati mengungkapkan bahwa ada sejumlah kasus yang mengalami hambatan dalam penyelesaian, termasuk kasus di Sumba Timur dan Sumba Barat Daya.

LPSK mencatat pada tahun 2024 terdapat 193 permohonan perlindungan dari wilayah NTT, dengan kasus TPKS mendominasi sebanyak 80 permohonan. 

71 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak, 45 tindak pidana perdagangan orang, dan 41 tindak pidana lain.


"Sedangkan jumlah total terlindung LPSK di wilayah NTT pada 2024 sebanyak 205, tertinggi dalam perkara TPPO sebanyak 86  dan TPKS Anak 56 dan TPKS Dewasa 23,  jelas  Nurherawati

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita