GELORA.CO - Pembahasan soal tarif menerbangkan drone di kawasan wisata Gunung Bromo tengah ramai di media sosial. Isu ini kian jadi sorotan setelah terbongkarnya ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Banyak wisatawan dan fotografer udara mengeluhkan kenaikan biaya yang dinilai terlalu tinggi. Isu ini semakin menjadi sorotan setelah terbongkarnya ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), yang menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan di area tersebut.
Kasus penemuan ladang ganja ini mencuat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang pada Selasa (11/3/2025).
Polisi hutan yang menjadi saksi dalam sidang tersebut mengungkap bahwa setidaknya terdapat 59 titik ladang ganja dengan luas total hampir 1 hektare tersebar di kawasan taman nasional (TNBTS).
Fakta ini memunculkan ironi di tengah ketatnya regulasi penerbangan drone di kawasan wisata Gunung Bromo bagi wisatawan.
Banyak netizen mempertanyakan, jika penggunaan drone begitu dibatasi dan dikenakan tarif tinggi, bagaimana mungkin aktivitas ilegal seperti penanaman ganja bisa berlangsung tanpa terdeteksi?
Bahkan, tak sedikit netizen yang menghubungkan aturan ketat penggunaan drone dengan kasus ladang ganja, yang baru terbongkar sekarang.
"Ini kah yang lagi rame ? katanya gak boleh nerbangin drone di kawasan bromo eh ternyata ada ladang ganja dan baru ketauan sekarang," komen akun X @tanya*****.
"Jadi ini alasan bromo gaboleh nerbangin drone wkwk, terus kalo ke bromo wajib pake guide biar ga nyasar, padahal biar pengunjung ga nyasar di ladang ganja kan? wkwk," kata @jju*****.
Kenaikan Tarif Drone di Gunung Bromo
Sejak 30 Oktober 2024, tarif untuk menerbangkan drone di kawasan Gunung Bromo mengalami lonjakan signifikan.
Jika sebelumnya wisatawan hanya perlu membayar Rp 300 ribu, kini tarif tersebut melonjak hingga Rp 2 juta untuk setiap sesi penerbangan.
Tidak hanya drone, tarif penggunaan alat perekaman video untuk keperluan komersial juga meningkat drastis.
Biaya produksi video komersial di kawasan Bromo kini mencapai Rp 10 juta bagi wisatawan lokal dan Rp 20 juta bagi warga negara asing (WNA).
Kenaikan tarif ini tertuang dalam Surat Pengumuman Nomor: PG.08/T.8/TU/KSA.5.1/B/10/2024, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024.
Kebijakan itu disebut bertujuan untuk meningkatkan konservasi dan pemeliharaan kawasan Gunung Bromo.
Harga Tiket Masuk Gunung Bromo Juga Naik
Selain tarif drone, harga tiket masuk Gunung Bromo juga mengalami kenaikan sejak akhir 2024.
Saat ini, tarif tiket bagi wisatawan lokal Rp 54 ribu pada hari kerja, dan naik menjadi Rp 79 ribu saat akhir pekan atau libur nasional.
Sementara itu, wisatawan asing dikenakan tarif Rp 255 ribu per orang.
Menurut Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani, kenaikan harga ini bertujuan untuk meningkatkan fasilitas dan perawatan kawasan Gunung Bromo.
Ia menegaskan, kebijakan tersebut mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam PP Nomor 36 Tahun 2024.
"Memang benar ada penyesuaian harga tiket masuk kawasan taman nasional dengan terbitnya PP 36 Tahun 2024. Ini berlaku untuk seluruh kawasan taman nasional di Indonesia. Kami wajib mengikuti aturan tersebut," jelasnya, akhir tahun lalu.
Kasus Ladang Ganja di Gunung Bromo: Bagaimana Bisa Lolos?
Di tengah ketatnya regulasi bagi wisatawan, fakta bahwa penanaman ganja bisa berlangsung di kawasan konservasi memicu tanda tanya besar.
Kasus ini melibatkan tiga terdakwa, yakni Tono, Bamban, dan Tomo, yang merupakan warga Dusun Pusing Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Dalam persidangan, saksi dari polisi hutan mengungkap bahwa 59 titik ladang ganja telah ditemukan tersebar di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Ladang ini ditanami dalam ukuran yang bervariasi, mulai dari satu hingga dua meter persegi per titik.
Ketiga terdakwa didakwa dengan Pasal 111 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mereka dianggap menanam, menyimpan, serta menguasai narkotika golongan I berupa tanaman ganja dengan berat lebih dari satu kilogram atau lebih dari lima batang pohon.
Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman minimal 5 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara.
Sumber: jawapos