GELORA.CO - Pada hari Rabu, 19 Maret 2025, polisi Turki menangkap Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, yang merupakan salah satu pesaing utama Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Penangkapan ini terkait dengan penyelidikan atas dugaan korupsi dan hubungan dengan kelompok teroris.
Mengutip laporan Kantor Berita Anadolu yang dikelola pemerintah, jaksa telah mengeluarkan surat perintah penahanan untuk Imamoglu serta sekitar 100 orang lainnya, termasuk ajudannya, Murat Ongun.
Setelah penangkapan ini, pihak berwenang menutup beberapa jalan utama di sekitar Istanbul dan melarang demonstrasi selama empat hari, sebagai langkah untuk mencegah protes.
Selain itu, menurut laporan observatorium internet Netblocks, akses ke beberapa platform media sosial besar seperti X (dulu Twitter), YouTube, Instagram, dan TikTok juga dibatasi.
Tindakan keras ini terjadi setelah kekalahan signifikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin Erdogan dalam pemilihan lokal pada Maret lalu.
Banyak pihak yang menganggap penangkapan ini sebagai upaya pemerintah untuk melemahkan oposisi, meskipun pejabat pemerintah bersikeras bahwa pengadilan beroperasi secara independen.
Namun, sebagian besar mengkritik langkah ini sebagai tindakan bermotif politik.
Dalam sebuah pesan video yang diunggah di media sosial, Imamoglu menyatakan kecamannya terhadap kebijakan pemerintah saat ini.
“Kita menghadapi tirani yang hebat, tetapi saya ingin Anda tahu bahwa saya tidak akan patah semangat. Pemerintah ini telah merampas keinginan rakyat," ujarnya.
Ketua Partai Rakyat Republik (CHP), Ozgur Ozel, mengutuk penangkapan Imamoglu sebagai sebuah "kudeta".
“Kita menghadapi upaya kudeta terhadap presiden kita berikutnya," kata dia.
Dalam perkembangan lain, seorang jurnalis investigasi terkemuka, Ismail Saymaz, juga dilaporkan ditahan untuk diinterogasi oleh pihak berwenang.
Selain penangkapan, Imamoglu juga menghadapi masalah hukum lainnya, termasuk pembatalan ijazah universitasnya oleh Universitas Istanbul.
Universitas tersebut mengklaim bahwa terdapat penyimpangan dalam proses pemindahan Imamoglu pada tahun 1990.
Keputusan ini secara efektif mendiskualifikasi Imamoglu untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden mendatang. Imamoglu sendiri berencana untuk menentang keputusan tersebut.
Selama masa jabatannya sebagai wali kota Istanbul sejak 2019, Imamoglu telah menjadi simbol bagi oposisi yang menantang dominasi Erdogan, yang telah memerintah Turki selama lebih dari dua dekade.
Kekalahan partai Erdogan di Istanbul pada 2019, setelah pemilu ulang yang dimenangkannya, menjadi titik balik yang signifikan dalam politik Turki.
Sementara pemilu presiden Turki berikutnya dijadwalkan pada tahun 2028, banyak pihak yang berharap bahwa pemilu lebih awal mungkin akan digelar setelah perkembangan terbaru ini.
Namun, dengan penahanan para tokoh oposisi dan pembatasan kebebasan berpendapat, kemungkinan pemilihan presiden yang bebas dan adil menjadi semakin tidak pasti.
Sumber: rmol