GELORA.CO - Anggota Komisi XII DPR RI Zulfikar Hamonangan mengingatkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, berhati-hati dalam membuat kebijakan.
"Hati-hati buat kebijakan yang bisa berdampak pada kehidupan masyarakat," ujar Zulfikar dihubungi inilah.com, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Menurutnya, kebijakan hapus pengecer elpiji (LPG) 3 Kg yang dibuat oleh Bahlil ini bisa merusak citra baik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Apalagi, kebijakan yang dibuat oleh Bahlil bukanlah perintah dari kepala negara.
"Karena bisa berdampak pada pemerintahan bapak Prabowo yang nantinya menjadi sorotan masyarakat apalagi gas melon ini sudah termasuk kebutuhan pokok masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, Bahlil memaksa pengecer menjadi pangkalan elpiji. Belakangan karena gaduh dan mustahilnya pengecer menjadi pangkalan, Ketum Partai Golkar mewacanakan skema sub pangkalan. Lucunya, Bahlil tak bisa menjelaskan bagaimana skema perubahan pengecer menjadi sub pangkalan. Dia mengaku baru akan berdiskusi dengan PT Pertamina untuk membahas kebijakan serta aturan sub pangkalan.
"Saya nanti rapat dengan Pertamina habis ini langsung kita maraton. Kalau memang pengecer-pengecer yang sekarang sudah bagus-bagus, sudah kita kasih dulu izin sementara untuk kita naikkan sebagai sub pangkalan tanpa biaya, enggak usah pakai biaya-biaya," ujarnya, di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Rupanya kebijakan penghapusan pengecer dalam mata rantai distribusi elpiji 3 Kg, bukan kebijakan Presiden Prabowo. Berani betul Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil keputusan tanpa persetujuan presiden.
Kebijakan Bahlil ini telah membuat gaduh dan memakan korban jiwa. Oleh karena itu, presiden menginstruksikan agar penjualan gas kembali berjalan seperti semula di agen atau pengecer.
"Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk kemudian melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali," tutur Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Langkah grasa-grusu ini bukan saja membuat kelangkaan dan antrean, tapi juga memakan korban jiwa. Yonih (62), warga Pamulang, Tangerang Selatan, meninggal dunia setelah mengantre membeli gas elpiji 3 kilogram pada Senin (3/2/2025) sekitar pukul 12.30 WIB.
Usai kegaduhan, Ketum Partai Golkar itu mengakui dirinya bersalah karena memutuskan menghapus pengecer elpiji 3 kilogram. Dia juga akui kurang berkoordinasi dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta siap bertanggung jawab.
"Sudahlah kesalahan itu tidak usah disampaikan ke siapa-siapa. Kami Kementerian ESDM yang harus mengambil alih tanggung jawab," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Meski akui bersalah, Bahlil masih juga membela diri. Diklaim dia, kebijakan untuk menghapus pengecer sudah diwacanakan sejak dua tahun lalu. Menurutnya, langkah ini bentuk tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal dugaan penyalahgunaan pengecer.
"Kan semua kebijakan sudah kita kaji secara mendalam, jadi ini sebenarnya barang sudah dari 2023 dengan hasil ada audit dari BPK bahwa ada penyalahgunaannya adalah dari oknum-oknum pengecer," kata Bahlil.
Desakan Pecat Bahlil
Ekonom Gede Sandra mendesak agar Presiden RI Prabowo Subianto dapat memecat dan mendepak Bahlil Lahadalia dari posisi Menteri ESDM. Gede menilai, Bahlil telah menunjukkan inkompetensi dengan mengeluarkan kebijakan transisi distribusi LPG 3 kg dari pengecer ke pangkalan.
Demikian disampaikan Gede Sandra menanggapi meninggalnya seorang ibu di Pamulang, Tangsel meninggal dunia setelah terjatuh saat membawa dua tabung gas melon pada Senin (3/2/2025). Diduga, ibu itu kelelahan akibat harus mencari gas untuk keperluan berjualan.
“Justru bila tidak di-reshuffle, saya yang bingung. Standar moral semacam apa yang mempertahankam menteri yang akibat inkompetensi kebijakannya ini telah mengakibatkan nyawa seorang rakyat Indonesia melayang,” kata Gede Sandra kepada awak media di Jakarta, Selasa,(4/2/2025).
Gede Sandra menyayangkan, keputusan Presiden Prabowo yang memilih Bahlil sebagai Menteri ESDM. Menurutnya, seharusnya posisi strategis menteri ESDM sedianya dapat diberikan kepada orang berlatar belakang ekonomi atau teknik yang kuat.
“Agar dapat berhitung dengan baik. Agar tidak selalu rakyat yang menjadi korban dari inkompetensi pejabat,” jelas dia.
Dia menegaskan, inkompentensi Bahlil dengan mengeluarkan kebijakan transisi distribusi LPG 3 kg dari pengecer ke pangkalan hingga menyebabkan satu kematian warganya telah bertentangan pembukaan UUD 1945.
“Secara terang benderang telah bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945. Yang mana Pemerintah melindungi segenap Bangsa Indonesia,” tandas dia.
Disemprot Warga
Dua jempol untuk Effendi, warga kelurahan Cibodasari Kecamatan Cibodas Kota Tangerang, yang berani menyuarakan jeritan jutaan pengguna gas melon langsung di depan muka Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Momen ini terjadi ketika Bahlil meninjau langsung antrean di Permunas 1, Kota Tangerang, Selasa (4/2/2025).
Pria berkemeja abu-abu dan topi cokelat ini dengan gagah berani menerobos kerumunan untuk berbicara dengan Bahlil. Saat berdialog, suaranya bergetar menahan tangis karena begitu emosi dengan kebijakan penghapusan pengecer yang menyusahkan masyarakat.
"Bapak punya alat untuk bertindak bukan rakyat yang dikorbankan. Yang kedua kalau kami jadi sub pangkalan persyaratannya apa?" ucap dia berapi-api.
"Tidak ada persyaratan," jawab Bahlil sembari memegang tangan Effendi untuk menenangkannya yang terlihat begitu emosi.
Dia juga mempersoalkan ketentuan warga wajib menunjukkan KTP saat membeli gas di pangkalan. Effendi tidak setuju karena hal ini merupakan privasi.
Bahlil kembali mencoba menenangkan, dengan berdalih bahwa tujuan kebijakannya untuk menjaga kestabilan harga di kalangan konsumen. Dia juga menyuruh Effendi untuk kembali ke antrean agar bisa segera mendapatkan gas melon, lalu pulang ke rumah. "Bapak saya pikir yang penting bapak ambil dulu, antre. Kita layani, tidak ada kelangkaan. Oke ya Pak," kata Bahlil sembari menepuk halus punggung Effendi.
Jawaban Bahlil bukan bikin tenang, Effendi malah semakin emosi. Dia mengatakan, antrean ini justru menyusahkan dan membuat anaknya di rumah menangis kelaparan.
"Saya sekarang lagi masak, saya tinggal di rumah. Bukan antre gas-nya, anak kami lapar butuh makan, butuh kehidupan Pak! Logika jalan dong Pak!" ucap dia dengan suara bergetar.
Melihat respons ini, Bahlil jadi salah tingkah cuma bisa senyum-senyum kecut sembari tangannya terus menepuk pundak Effendi, berharap dia bisa meredakan emosinya. Beruntung para petugas di sekitar membantu melerai dan menarik Effendi pelan-pelan. "Sudah sudah, kita paham Pak," kata Bahlil.
Sumber: inilah