Tak Hanya di Sidoarjo dan Tangerang, Puluhan Hektare Laut di Sumenep justru Sudah SHM

Tak Hanya di Sidoarjo dan Tangerang, Puluhan Hektare Laut di Sumenep justru Sudah SHM

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -
Setelah santer pemberitaan mengenai ratusan hektare laut di Sidoarjo dan Tangerang yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), masyarakat kembali dibuat tercengang karena puluhan hektare area laut di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, justru telah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).

Seperti diberitakan sebelumnya, polemik rencana pembangunan tambak di atas pantai dan laut di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, kembali mencuat ke publik.

Dugaan pelanggaran hukum muncul terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas wilayah pantai dan laut sejak tahun 2009. Hal tersebut, menjadi perhatian serius dari Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) yang terus mengadvokasi kasus ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Gema Aksi, sebanyak 19 SHM diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep melalui program Land Management and Policy Development Program (LMPDP) pada 2009.

Sertifikat tersebut mencakup lahan dengan total luas sekitar 40 hektare, yang oleh masyarakat dan berbagai pihak dianggap sebagai wilayah laut dan pantai.

“Penerbitan SHM di atas laut jelas bertentangan dengan hukum. Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), laut tidak boleh dimiliki secara individu. SHM di atas objek yang seharusnya merupakan wilayah publik ini harus segera dievaluasi,” ungkap Penasihat Hukum Gema Aksi Marlaf Sucipto.

Menurutnya, penerbitan SHM ini berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyebutkan bahwa pesisir, pantai, dan laut adalah ruang publik yang tidak boleh dialihfungsikan untuk kepemilikan pribadi.

Gema Aksi menyatakan telah mengajukan permohonan resmi kepada BPN Sumenep untuk mengevaluasi dan mencabut SHM yang telah terbit di atas laut tersebut.

"Kami sudah bersurat sejak Mei 2023, namun hingga kini tidak ada langkah konkret dari pemerintah maupun BPN untuk menyelesaikan kasus ini,” tambah Marlaf.

BPN Kabupaten Sumenep, kata dia melalui surat resmi Nomor HP.03.02/379-35.29/V/2023 pada 22 Mei 2023, mengakui keberadaan 19 SHM atas nama beberapa pemilik, termasuk pejabat desa setempat. Namun, BPN menolak memberikan salinan dokumen terkait penerbitan SHM tersebut tanpa izin dari Kantor Wilayah BPN Jawa Timur.

“Kami menduga ada malpraktik administrasi dalam penerbitan SHM ini. Bagaimana mungkin wilayah laut bisa diubah statusnya menjadi tanah hak milik tanpa melalui prosedur yang benar?” ujar Marlaf.

Sementara itu, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur sempat memeriksa laporan Gema Aksi, namun pada Oktober 2024, mereka menutup laporan tersebut dengan alasan tidak ditemukan maladministrasi. Hal tersebut, menurut Marlaf memicu kekecewaan mendalam dari masyarakat yang tergabung dalam Gema Aksi.

Selain itu, Gema Aksi juga mengkritik pemerintah desa yang diduga terlibat aktif dalam proses reklamasi. Kepala Desa Gersik Putih, Muhab, yang dulunya menolak reklamasi saat periode pertama jabatannya, kini justru menjadi salah satu pemilik SHM dan pendukung reklamasi pantai.

Gema Aksi berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan mereka, termasuk melalui jalur hukum, agar SHM di atas laut di Gersik Putih segera dicabut. Mereka juga meminta pemerintah pusat untuk turun tangan menyelesaikan persoalan ini agar tidak terjadi pembiaran lebih lanjut.

“Ini menjadi bukti bahwa negara harus tegas dalam melindungi wilayah publik. Jika reklamasi terus dilakukan atas dasar SHM yang cacat hukum, akan semakin banyak ruang publik yang hilang,” pungkas Marlaf. (*)

Sumber: suaraind
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita