GELORA.CO - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini sedang disorot, karena diterpa kasus pagar laut Tangerang.
Kasus itu dianggap sarat kolusi dan korupsi, namun aparat hukum terkesan ragu-ragu untuk maju.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan pihaknya masih terus memantau perkembangan masalah pagar laut.
Menurutnya, Kejagung mendahulukan lembaga-lembaga yang jadi lini sektor terkait dalam polemik ini.
"Jadi dari kami, bahwa saat ini kami sedang mengikuti secara seksama bagaimana perkembangan di lapangan terkait penanganan masalah ini," katanya dikutip dari Tribunnews.com.
"Tentu kami mendahulukan lembaga-lembaga yang menjadi lini sektor, atau yang berkompeten terkait dengan administrasi dan seterusnya," imbuhnya.
Harli mengatakan, pihaknya akan melakukan pendalaman apakah dalam perkara pagar laut ini ada indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi.
Termasuk apabila ditemukan bahwa proses perizinan atau pembuatan sertifikat pagar laut ini terindikasi tindakan korupsi.
Jika ditemui unsur-unsur terkait tindak pidana tersebut, Kejagung akan proaktif untuk mengusut kasus ini.
"Sedangkan kami tentu terus melakukan kajian, mendalami, apakah memang dalam masalah ini ada katakanlah peristiwa pidana yang terindikasi ada tindak pidana korupsi," ucapnya.
"Karena itu memang wilayah kami dan menjadi kewenangan kami, tentu kami akan secara proaktif juga melakukan pendalaman itu untuk melihat sebenarnya apakah ada dugaan-dugaan yang disebutkan banyak pihak termasuk masyarakat," lanjutnya.
"Jika memang ada dugaan berdasarkan laporan masyarakat, misalnya apakah perizinannya terindikasi ada tipikor tentu kami akan lakukan pendalaman dan dikaji ditelaah tentu, sampai pada kemudian ditangani," terang Harli.
Sementara itu, mantan Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, tindak pidana terlihat jelas di kasus pagar laut Tangerang.
Beberapa hal yang pasti adalah soal sertifikat ilegal.
Sertifikat ilegal tentu melalui proses kolusi dan korupsi yang berkesinambungan.
Hal ini membuat Mahfud MD mempertanyakan sikap tegas aparat hukum Indonesia saat ini.
"Kasus pemagaran laut, seharusnya segera dinyatakan sebagai kasus pidana," tulis Mahfud MD melalui cuitan akun X, Sabtu (25/1/2025).
Mahfud MD meminta pemerintah tak hanya ramai-ramai membongkar pagarnya saja, namun harus ada tindakan lidik dan sidik.
"Bukan hanya ramai2 membongkar pagar. Segerakah lidik dan sidik. Di sana ada penyerobotan alam, pembuatan sertifikat ilegal, dugaan kolusi-korupsi," ucapnya.
"Tetapi kok tidak ada aparat penegak hukum pidana yang bersikap tegas?" lanjutnya.
Mahfud MD bahkan menyebut pemerintah aneh, karena tak segera menetapkan lidik dan sidik pagar laut sebagai kasus pidana.
"Langkah yang diambil pemerintah atas kasus pagar laut Tangerang baru bersifat hukum administrasi dan teknis," ujarnya.
"Padahal tindak pidana jelas: merampas ruang publik dgn sertifikat ilegal," imbuhynya.
"Pasti ilegal melalui kolusi-korupsi. Aneh, belum ada penetapan lidik dan sidik sebagai kasus pidana," pungkasnya.
Terkait polemik pagar laut Tangerang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid telah resmi membatalkan sejumlah sertipikat yang terbit di area tersebut.
Proses pembatalan sertipikat ini dilakukan dengan memeriksa tiga hal utama, yaitu dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah.
"Hari ini kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertipikat, baik itu SHM maupun HGB. Tata caranya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis."
"Langkah kedua adalah mengecek prosedur. Kami bisa melihatnya melalui komputer untuk memastikan apakah prosesnya sudah benar atau belum," ujar Nusron, Jumat (24/01/2025).
Sejumlah pihak terkait penerbitan sertifikat ini sudah diperiksa.
Para pihak terkait dalam penerbitan sertifikat tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana dan semestinya dijatuhi sanksi.
Bagi pejabat ATR/BPN, Nusron menganggapnya sebagai tindakan maladministratif.
"Itu karena dianggap tidak prudent dan tidak cermat. Inspektorat kami sudah memeriksa selama empat hari, dan semua pihak terkait sudah diperiksa," ujar Nusron.
Dalam upaya meningkatkan pengawasan, Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk meningkatkan manajemen risiko serta ketelitian petugas dalam proses verifikasi.
“Dengan adanya aplikasi Bhumi ATR/BPN, kesalahan apa pun tidak bisa disembunyikan. Semua orang bisa mengakses data dan menjadi kontrol sosial,” tegas Nusron
Sumber: Wartakota