GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah eks anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Pemerintahan Jokowi, Djan Faridz, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025).
Penyidik dari KPK dikabarkan datang dengan menggunakan delapan mobil SUV berwarna hitam ke rumah Djan Faridz.
Dilansir dari Antaranews (23/1/2025), KPK mulai melakukan penggeledahan rumah Djan Faridz sekitar pukul 20.00 WIB.
Para penyidik KPK keluar dari rumah Djan Faridz sekitar pukul 01.05 WIB dini hari dengan membawa dua koper berukuran sedang dan satu koper berukuran kecil.
Mereka juga membawa barang bukti lain berupa satu kardus dan satu tas jinjing (totebag).
Apa peran Djan Faridz dalam kasus Harun Masiku?
Diketahui bahwa KPK menggeledah rumah Djan Faridz terkait penyidikan dan pencarian buronan Harun Masiku.
Dikutip dari Kompas.com (22/1/2025), Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto membenarkan ada giat penggeledahan perkara tersangka Harun Masiku.
"Info terupdate rumah Djan Faridz," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Rabu (22/1).
Ia menyebut, penggeledahan dilakukan terkait dengan kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024 yang menjerat eks kader PDIP, Harun Masiku.
Meski demikian, belum diketahui secara rinci mengenai peran Djan Faridz dalam kasus suap Harun Masiku tersebut.
Tessa mengaku belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh terkait kegiatan penyidikan karena proses penggeledahan masih berlangsung.
Kasus suap proses pergantian antarwaktu Harun Masiku
Penggantian Antarwaktu (PAW), adalah mekanisme ketika ada anggota dewan atau kepala daerah yang berhalangan tetap atau meninggal dunia dalam perjalanan kepemimpinannya.
Kasus suap yang menyeret nama Harun Masiku dan sejumlah pejabat lain bermula ketika Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.
Mengutip Kompas.com (24/12/2024), Harun Masiku, caleg dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I, diduga melakukan suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Pemilu 2019.
Saat itu Harun berada di peringkat kelima caleg PDI-P dengan suara terbanyak, dan tidak cukup untuk meloloskannya ke Senayan. Caleg yang terpilih adalah Nazarudin Kiemas, tetapi dia meninggal dunia.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin seharusnya adalah caleg dengan suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama, yang saat itu adalah Riezky Aprilia.
Namun, PDI-P menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Kronologi KPK Tetapkan Hasto Kristiyanto Tersangka Kasus Harun Masiku
MA menyetujui gugatan tersebut dan menetapkan bahwa pemilihan caleg pengganti ditetapkan oleh partai. PDI-P kemudian mengajukan nama Harun Masiku kepada KPU melalui surat.
KPU mengabaikan dan bersikukuh menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin. Namun, PDI-P tetap mengirimkan surat penetapan caleg ke KPU.
Melalui beberapa perantara, Harun Masiku berusaha memberikan dokumen ke Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Wahyu menerima dokumen dan fatwa tersebut serta bersedia membantu proses penetapan Harun melalui mekanisme pergantian antarawaktu (PAW) dengan syarat, yaitu Harun harus memberikan dana Rp 900 juta.
Permintaan itu akhirnya dipenuhi oleh Harun, dan sebanyak Rp 600 juta diserahkannya melalui perantaranya kepada Wahyu pada pertengahan dan akhir Desember 2019.
Kendati demikian, usaha Harun sia-sia karena dalam rapat pleno KPU 7 Januari 2020, Riezky tetap menjadi pengganti Nazarudin.
Sumber: kompas