Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Paulus Tannos Ditangkap, Media Singapura Ungkit Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  -  Buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, ditangkap di Singapura.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.

"Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

Media Singapura The Straits Times menulis Paulus Tannos ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).

Melalui pengacaranya, Paulus Tannos mengatakan selama pembacaan dakwaan di pengadilan pada 23 Januari bahwa ia memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat Guinea-Bissau.

Namun Penasihat Negara Singapura membantah bahwa hal ini tidak memberikan Paulus kekebalan diplomatik karena ia tidak diakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura.


CPIB mengatakan pada 24 Januari dalam menanggapi pertanyaan The Straits Times bahwa pihaknya menangkap Paulus pada 17 Januari setelah pemerintah Indonesia mengajukan permintaan penangkapan sementara terhadapnya.

Biro tersebut mengatakan masalah tersebut sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi oleh pihak berwenang Indonesia.

“Singapura berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan hukum,” tambahnya.

CPIB mengatakan pihaknya tidak dapat berkomentar lebih jauh karena perkara tersebut saat ini sedang disidangkan di pengadilan Singapura.

Soal Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia

Perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia mulai berlaku pada 21 Maret 2024 dan dianggap sebagai tonggak penting dalam hubungan bilateral.

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura resmi ditandatangani pada Selasa 25 Januari 2022  di Bintan, Kepulauan Riau.

Perjanjian ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam serta disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kesepakatan antara kedua negara untuk menyerahkan pelaku kejahatan dari satu negara ke negara lain.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura berlaku untuk 31 jenis tindak pidana, di antaranya: 

Korupsi, Pencucian uang, Suap, Narkotika, Terorisme, Pendanaan terorisme.
Perjanjian ini berlaku surut selama 18 tahun ke belakang.

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan mewajibkan kedua negara untuk melaksanakannya dengan itikad baik. 
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2023. 

Kata Dubes Indonesia untuk Singapura soal Ekstradisi
Pengacara buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Indonesia, Paulus Tannos, menyebut kliennya menggunakan paspor diplomatik Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

Namun, pemerintah Singapura menyatakan Paulus tidak memiliki kekebalan hukum.

Penjelasan mengenai hal itu disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, dalam dialog  Kompas TV, Sabtu (25/1/2025).

Menurutnya, Pemerintah Singapura sangat mendukung upaya penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Paulus Tannos.

“Singapura, sekali lagi, sangat suportif dan mendukung apa yang menjadi upaya penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.

“Sekarang yang memang pemberitaan di Singapura disampaikan bahwa pengacara Paulus Tannos memang mengajukan permohonan pada pemerintah Singapura, bahwa yang bersangkutan menggunakan paspor diplomatik dari Guinea Bissau.”

Namun, lanjut Suryopratomo, pemerintah setempat menyatakan tidak pernah memberi persetujuan bahwa Tannos merupakan diplomat yang memiliki kekebalan hukum.

“Tapi disampaikan oleh pihak Singapura bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kekebalan politik, karena yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Kemenlu Singapura bahwa yang bersangkutan adalah seorang diplomat yang memiliki kekebalan hukum,” bebernya.

“Jadi saya kira prosesnya Singapura sangat mendukung apa yang dilakukan Indonesia,” tegasnya.

Koordinasi Berjalan Baik

Suryopratomo menambahkan saat ini komunikasi dan koordinasi yang dilakukan oleh pihak Singapura dengan Indonesia terkait ekstradisi Paulus Tannos berjalan baik.

“Komunikasi antara teman-teman KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau), kemudian Kejaksaan Agung Indonesia dan Kejaksaan Agung Singapura berjalan sangat baik.”

“Saya kira proses ini kita tunggulah bagaimana selanjutnya,” tambah dia.

Ia juga menjelaskan bahwa saat Tannos melakukan dugaan tindak pidana, yang bersangkutan masih warga negara Indonesia.

“Kita juga belum tahu ketika Paulus Tannos itu melepaskan kewarganegaraan prosesnya benar atau tidak,” tuturnya.

“Jadi saya kira kita punya posisi yang kuat untuk mengatakan bahwa Paulus Tannos adalah dulu warga negara Indoneisia dan melakukan tindak pidana di Indonesia.”

Dalam dialog tersebut, ia juga menjelaskan bahwa pada 2023 lalu, Tannos pernah masuk ke Singapura dan saat itu ada permintaan dari pimpinan KPK agar berkoordinasi dengan pihak Singapura untuk melakukan penahanan.

Tetapi, kata dia, ketika itu pihak imigrasi Singapura tidak bisa melakukan penanganan karena memang tidak ada pelanggaran.

“Kedua, yang bersangkutan menggunakan paspor Guinea Bissau. Ketiga, yang bersangkutan ketika itu tidak masuk dalam daftar red notice Interpol yang ada di dalam sistem Singapura.”

“Kami di KBRI waktu itu berkoordinasi dengan KPK dan menyampaikan bahwa kami tidak bisa melakukan apa pun dan pemerintah Singapura tidak bisa melakukan apa pun,” kata dia menegaskan.

Saat ini, kondisinya berbeda. Ia mengatakan, sejak akhir tahun 2024, KPK telah berkoordinasi dengan CPIB, bahkan kemudian pemeriksaan terhadap Paulus Tannos sudah dilakukan di kantor CPIB.

“Setelah itulah kemudian di bulan Januari diajukan permohonan untuk penahanan sementara.”

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita