GELORA.CO - Meikarta, salah satu investasi properti di kawasan Cikarang hingga kini tak kunjung jelas pembangunannya. Lantas seperti apa kelanjutan dari mega proyek yang mangkrak sejak 2017 itu?
Dilansir channel YouTube Dari Suara, dalam beberapa tahun terakhir proyek-proyek properti di Indonesia telah menjadi buah bibir publik, menarik perhatian masyarakat dan investor.
Baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Di antaranya yang sempat viral adalah Meikarta.
Fenomena ini tentunya sudah bukan jadi hal yang mengherankan, mengingat pertemuan ekonomi yang pesat dan juga urbanisasi yang terus berlangsung di negara ini.
Mulai dari perumahan mewah, kompleks komersial, sampai proyek-proyek properti yang menjadi cerminan dari ambisi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Tapi nih ya, di tengah gemerlap industri properti, sering banget publik disuguhi dengan berita-berita tentang proyek berhenti atau gagal mencapai tujuannya.
Salah satunya yakni proyek Meikarta.
Padahal, di awal kemunculannya pada tahun 2017, proyek prestisius senilai Rp 278 triliun ini diumumkan sebagai sebuah kota baru dan berskala internasional oleh Lippo Group.
Lokasi proyek Meikarta terbilang strategis banget, berada di sekitar wilayah Bekasi dan Cikarang yang mana ini merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia.
Tentunya ini memberikan potensi besar untuk pengembangan properti skala besar seperti kota baru. Terlebih pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut mendukung banget.
Nah yang bikin menggiurkannya lagi adalah pada tahun 2017 mereka itu berani jual unit apartemen dengan harga mulai dari Rp 127 juta.
Lantas kenapa sekarang nggak jelas?
Penyebab Gagal
Beberapa penyebab proyek Meikarta ini bisa dibilang gagal ada banyak faktor.
Pertama, perizinan. Meikarta tuh awalnya menyebut proyek ini mendapatkan izin 350 hektar termasuk buat proyek orange kompi.
Kemudian izinnya diperluas sampai 500 hektar. Namun rupanya proyek ini ada persoalan lain.
Deddy Mizwar selaku Wakil Gubernur Jawa Barat saat itu sempat meminta Lippo Group menghentikan proyeknya karena belum mendapatkan rekomendasi dari pemerintah provinsi.
Pemprov Jabar kala itu cuma memberikan rekomendasi izin 84,6 hektar untuk lahan proyek Meikarta.
Hal tentu saja bisa menyebabkan keterlambatan proses pembangunan karena ketika perzinan belum tuntas proyek pembangunan bisa terhambat atau bahkan terhenti dalam waktu yang lama.
Otomatis, itu menyebabkan terjadinya penundaan dalam jadwal pembangunan, dan pada akhirnya ya ini bisa meningkatkan biaya proyek.
Sebab, biaya material proyek ini bisa aja tiba-tiba naik karena inflasi. Hal ini juga jadi pengaruh negatif terhadap reputasi Lippo itu sendiri.
Kedua harga. Kalau berbicara mengenai harga, Meikarta ini lumayan bikin bingung.
Karena awalnya grup Lippo ini punya rencana ingin membangun Meikarta dengan 100 tower, yang masing-masingnya sekira 35 sampai 40-an lantai.
Nah proyek ini tuh ada 250.000 unit apartemen. Tapi yang anehnya mereka tuh berani jual hunian di Meikarta waktu itu cuma sekira Rp 7 juta-an doang per meter persegi.
Itu artinya harga apartemen dibanderol mulai dari Rp 120 jutaan.
Kok bisa murah gitu loh? Banyak yang menilai itu tidak masuk akal.
Sejumlah pihak lantas memprediksi, pengembang Meikarta sengaja bakar duit di awal supaya banyak orang yang melirik dan investasi, agar kota baru itu tumbuh ramai dan kebentuk.
Setelah itu selang beberapa tahun take profit buat nutupin minus tadi. Makanya jarang banget model bisnis yang kayak gini tuh bisa berhasil dan bertahan lama.
Tapi masalahnya balik lagi, ketika Marta lagi garap proyeknya dan gencar jualan mereka tuh kebentur dengan masalah perizinan.
Sumber: viva