GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka pintu bagi laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses tender aplikasi layanan pajak Coretax senilai Rp1,3 triliun.
Ketika dilaunching 1 Januari 2025, aplikasi layanan pajak berbasis digital ini, sempat ngadat selama sepekan. Padahal, vendor yang menggarap proyek ini punya nama. Tapi kualitasnya dinilai abal-abal.
"Itu akan menjadi salah satu perhatian, kalau memang ada dugaan korupsi di situ. Ya, kita mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui untuk bisa melaporkan," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025).
Menurut Tessa, pemberantasan korupsi, termasuk dalam sektor pajak, merupakan perhatian serius pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
"Karena tentunya, korupsi ini menjadi salah satu perhatian penting, ya, bagi presiden kita, Bapak Prabowo. Dan menyangkut di hampir semua lini, itu yang menjadi concern beliau," ucapnya.
Tessa menjelaskan, KPK membutuhkan laporan dari masyarakat terkait kasus pengembangan aplikasi Coretax, yang menelan biaya hingga Rp1,3 triliun, mengingat keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki KPK untuk mengusut kasus tersebut secara mendalam.
"KPK juga terbatas sumber dayanya, sehingga kita sangat menghargai bila ada rekan-rekan yang memiliki pengetahuan bahwa ini merupakan keuangan negara dan perlu diperhatikan pelaksanaannya oleh KPK," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah tak main-main dalam menginvestasikan dana sebesar Rp1,3 triliun untuk pembangunan aplikasi Coretax. Namun, hasilnya dianggap mengecewakan. Aplikasi yang diharapkan menjadi terobosan dalam sistem administrasi pajak ini, justru bermasalah. Sehingga menuai kritik tajam dari para wajib pajak, dinilai belum siap digunakan.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai peluncuran aplikasi yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tersebut, terkesan terburu-buru dan tanpa pengujian yang memadai.
"Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh konsultan, baik quality assessment maupun programmer-nya. Yang penting dikumpulkan terlebih dahulu. Ini yang akhirnya merugikan negara karena aplikasi belum siap digunakan hingga saat ini," kata Huda kepada Inilah.com di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).
Huda menegaskan, masalah ini telah menjadi persoalan yang sangat fatal, mulai dari perencanaan hingga peluncuran. Ia menyarankan agar DJP tidak hanya sekadar meminta maaf, tetapi juga mengambil tanggung jawab penuh atas kelalaian ini.
Kalau perlu, kata Huda, Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak, sebaiknya mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya jika masih memiliki rasa malu terkait persoalan ini.
"Dirjen Pajak sudah sepatutnya juga mundur apabila masih memiliki rasa malu dan rasa bertanggung jawab terhadap problem ini. Meskipun masyarakat dipastikan tidak didenda, namun secara kerugian negara ada dampaknya ketika aplikasi yang sudah dibangun tidak dapat dimaksimalkan oleh masyarakat," tegasnya.
Tak hanya itu, Huda juga menilai kinerja Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani patut dievaluasi. "Sri Mulyani juga patut dievaluasi terhadap kinerjanya di 100 hari Prabowo-Gibran," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah wajib pajak mengeluhkan layanan aplikasi pajak anyar bernama Coretax yang diinisiasi DJP Kementerian Keuangan. Padahal, aplikasi yang diluncurkan pada 1 Januari 2025 ini menelan investasi besar, sekitar Rp1,3 triliun.
Awalnya, kehadiran Coretax diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem administrasi perpajakan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Banyak wajib pajak kesulitan mengakses berbagai fitur penting dalam aplikasi tersebut, termasuk permintaan sertifikat digital dan pembuatan e-faktur.
Salah satu wajib pajak, dengan nama akun Budi, mengeluhkan hal ini di grup Facebook Konsultan Pajak. Ia menyebutkan bahwa selama edukasi, tidak ada penjelasan jelas mengenai alur registrasi, sehingga banyak wajib pajak kebingungan saat akan menggunakan Coretax.
Selain itu, Coretax mewajibkan penggunaan sertifikat digital untuk membuat faktur pajak, tetapi sistem gagal memprosesnya. Hal ini menghambat proses bisnis wajib pajak. Kegagalan layanan Coretax ini jelas merugikan wajib pajak, terutama jika terjadi kekeliruan dalam laporan pajak akibat kerusakan fungsi aplikasi tersebut.
Sumber: inilah