Kholid Nelayan Banten Sindir Pemerintah: Kalau Nggak Berani Lawan Korporasi, Saya yang Akan Lawan!

Kholid Nelayan Banten Sindir Pemerintah: Kalau Nggak Berani Lawan Korporasi, Saya yang Akan Lawan!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Nelayan asal Desa/Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Kholid, menyindir pemerintah soal situasi yang tengah ia dan rekan-rekannya hadapi, terkait pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer.

Kholid, satu dari sekian nelayan yang terdampak buntut pagar laut tersebut, mengaku sudah sejak lama harus berhadapan dengan korporasi-korporasi dalam mempertahankan lahan.

Korporasi-korporasi itu ia sebut berkaitan dengan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).

Ia bercerita, korporasi-korporasi itu menggunakan cara licik dalam membeli lahan milik warga di Tangerang.


Awalnya, ungkap Kholid, pihak korporasi tiba-tiba akan mengurug lahan milik warga setempat, lalu memberinya uang muka.

"Si A punya tanah nggak mau jual, tiba-tiba diurug. Setelah diurug, disamperin, dikasih DP."

Baca juga: Singgung Nama Anies Baswedan saat Bicara Gugatan ke PIK 1, Kholid Nelayan Tangerang: Agak Tenang tuh

"Nggak diterima, tanah udah diurug. Diterima, nggak sesuai harganya. Ini kan sama dengan, 'Eh kasih, nggak?!'. Bedanya bukan mau dipukul, diurug dulu," tutur Kholid saat menjadi narasumber dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang tayang pada Sabtu (18/1/2025).

Tak hanya lahan di darat, lanjut Kholid, tambak-tambak petani bandeng juga turut menjadi korban.

"(Contohnya) saya petani tambak, ternak ikan bandeng, butuh sirkulasi air, (tapi) sungainya diurug."


"Begitu terus, akhirnya ikan bisa mati. Tiba-tiba (pihak korporasi) datang, 'udah dibeli aja, dijual aja'."

"Ya dijual lah, pusing. Dibeli murah Rp50.000 per meter," bebernya.

Atas hal itu, Kholid mengaku tak ingin dirinya berada di bawah kontrol korporasi.


Ia bahkan bersumpah memilih mati, jika sampai kehidupannya berada di bawah korporasi, bukan negara.

Meski demikian, Kholid mengaku negara seperti tak hadir membela rakyat kecil sepertinya.


"Saya merasa, sebagai nelayan, sebagai petani, bukan diurus oleh negara, tapi diurus oleh korporasi."

"Makanya saya sebagai rakyat, petani, nelayan, enggak sudi dipimpin oleh korporasi. Nggak sudi! Lebih baik mati saya mah!" tegas Kholid.

Ia lantas menyindir pemerintah terkait apa yang dirasakannya.

Jika negara tak bisa melawan korporasi demi rakyat kecil, kata Kholid, maka dirinya lah yang akan turun tangan sendiri.

Kholid memastikan ia akan melawan korporasi, bahkan jika perlu mengerahkan rekan-rekan seperjuangannya.

"Saya pingin ngomong ama negara. Kalau negara nggak berani melawan korporasi, saya yang akan melawan!"


"Saya akan kerahkan rakyat Banten untuk melawan," kata Kholid.

"Walaupun (rakyat) kecil, saya berani. Harusnya negara yang punya alat, instrumen, untuk melindungi rakyat," pungkas dia.

Kholid diketahui merupakan nelayan asal Desa Kronjo yang termasuk vokal mendesak pemerintah untuk mengusut kasus pagar laut.

Ia juga termasuk nelayan yang hadir saat mediasi bersama Ombudsman RI pada Desember 2024.

Sudah Pernah Melapor

Sebelumnya, Kholid mengaku, bersama rekan-rekannya, ia sudah melapor soal pagar laut. Laporan itu diajukannya pada Desember 2024.

Bahkan, ia sempat audiensi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.

Selama audiensi itu, ungkap Kholid, pihak DKP Provinsi Banten mengakui pagar laut di perairan Tangerang tidak memiliki izin.

"Sudah (melapor). Saya sudah mencoba audiensi dengan DKP Provinsi, mereka tahu (ada pagar laut) dan mereka juga bilang bahwa ini tanpa izin, ilegal," tutur Kholid dalam wawancara bersama tvOneNews, Minggu (12/1/2025).

"(Saya melapor) sekitar sebulan kemarin (Desember)" lanjutnya.

Meski sudah melapor dan audiensi dengan DKP Provinsi Banten, Kholid menyebut belum ada tindak lanjut.

Sebab, kepada Kholid, pihak DKP Provinsi Banten mengatakan hanya bisa melaporkan ke pihak atasan.

"Dari DKP mengatakan, kami hanya bisa melaporkan. Pada waktu itu saya nggak tahu melaporkan ke mana, atasannya ke mana."

"Yang jelas DKP sudah tahu (soal pagar laut), pusat juga sudah tahu," tukas Kholid.

Diketahui, pagar laut sepanjang 30 km ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

Pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait aktivitas pemagaran laut.

Meski demikian, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut tersebut.

Terkait hal itu, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera membongkar dan mengusut tuntas kasus pagar laut.

Sementara, Komisi IV DPR RI akan memanggil KKP untuk dimintai klarifikasi

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita