GELORA.CO - Proses penyerahan ijazah bagi siswa yang telah lulus dari SMA, SMK, dan SLB negeri di Jawa Barat berjalan tanpa kendala. Namun, ada sejumlah sekolah swasta yang masih menahan ijazah siswa lantaran tunggakan biaya pendidikan belum diselesaikan.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, menegaskan komitmennya untuk mengawasi penyerahan ijazah siswa. Ia memastikan, sekolah negeri telah mengikuti arahan Dinas Pendidikan Jabar sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan.
"Untuk sekolah negeri saya kira tak ada masalah. Hanya saja untuk sekolah swasta, melalui Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), mereka menolak mendistribusikan ijazah karena ada ketidakkonsistenan pihak orang tua siswa dalam memenuhi kewajiban biaya pendidikan anaknya," ujar Ono dalam keterangannya yang dikutip , Selasa, 28 Januari 2025.
Menurutnya, sekolah swasta selama ini hanya menerima dana operasional berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU). Pihak sekolah meminta Disdik Jabar menengahi masalah pendistribusian ijazah dan membantu menyusun skema penyerahan yang sesuai.
"BMPS telah menginstruksikan kepala sekolah swasta untuk berkoordinasi dengan KCD dan melaporkan jumlah ijazah yang belum terdistribusi, termasuk skema penyerahannya," tambahnya.
Ono mengaku pernah langsung membantu mengambil ijazah siswa dari sebuah SMK swasta di Cirebon dengan cara melunasi tunggakan biaya pendidikan. Menurutnya, sebagian sekolah swasta enggan menyerahkan ijazah tanpa adanya jaminan pelunasan tunggakan.
"Kalau pemerintah yang bayar, mereka akan memberikan ijazah. Jadi masalahnya sederhana, ijazah ditahan karena ada tunggakan yang belum dibayar. Tidak perlu menarasikan yang lain," tegas Ono.
Ia meminta BMPS untuk memberikan data lengkap siswa yang ijazahnya masih ditahan. Data tersebut mencakup nama siswa, besaran biaya sekolah, bantuan pemerintah yang diterima, jumlah tunggakan, sisa pembayaran, serta status ekonomi orang tua.
"Dari data tersebut, kami di DPRD dapat memfasilitasi atau bahkan membuat program khusus untuk menyelesaikan tunggakan. Namun, datanya harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas Ono.
Ono berharap persoalan ijazah menjadi langkah awal untuk mengevaluasi dunia pendidikan di Jawa Barat. Meski anggaran pendidikan sudah cukup besar, mencapai lebih dari 40 persen atau Rp12 triliun, berbagai masalah seperti pungutan liar dan kurangnya fasilitas masih sering terjadi.
"Saya berharap data-data ini bisa masuk sebelum batas waktu yang ditentukan Disdik Jabar. Agar ketika Kang Dedi Mulyadi dilantik sebagai Gubernur Jabar pada 6 Februari mendatang, ia sudah memiliki dasar yang jelas untuk mengambil kebijakan terbaik," tuturnya.
Politikus PDIP tersebut juga membuka peluang dialog dengan pihak BMPS dan sekolah swasta untuk menyampaikan aspirasi mereka.
"Kami tunggu data-data itu. Jika diperlukan surat resmi, kami siap bersurat kepada BMPS. Tujuan kami sama, yakni memajukan pendidikan di Jawa Barat," pungkasnya.
Sumber: rmol