GELORA.CO - Media Amerika Serikat (AS), The Washington Post mengulas pengalaman sejumlah Tentara Israel (IDF) yang bertugas di Jalur Gaza selama agresi militer yang dilakukan negara pendudukan tersebut pasca-kejadian 7 Oktober 2023.
Ulasan bertujuan untuk mengetahui tujuan di balik penghancuran masif rumah-rumah warga Gaza dan infrastruktur penunjang kehidupan di sana berikut indikasi pemusnahan massal (genosida) penduduknya.
Mengutip seorang tentara cadangan Israel yang bertugas di Gaza, laporan itu mengatakan kalau unit tentara IDF itu membakar setidaknya 20 rumah di Gaza dalam waktu 5 bulan.
Motif pembakaran dan penghancuran rumah-rumah warga Gaza oleh Tentara IDF itu disebutkan hanya untuk bersenang-senang.
"Para tentara Israel membakar rumah-rumah di Jalur Gaza untuk bersenang-senang," tulis laporan itu dikutip Khaberni, Rabu (4/12/2024).
Prajurit IDF tersebut menyatakan kalau ada perasaan yang sangat kuat di antara para prajurit Israel untuk membalas dendam kepada semua orang di Gaza atas serangan Banjir Al-Aqsa yang dilakukan gerakan Hamas pada 7 Oktober 2023 silam.
Laporan juga mengindikasikan kalau cara-cara yang dilakukan IDF bersumber dari pemikiran 'Hukuman kolektif', bahwa aksi Hamas harus dibayar oleh semua warga Gaza tanpa pandang bulu.
Akibatnya, aksi militer IDF cenderung menyalahi hukum perang dan internasional serta terindikasi melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan.
Di sisi lain, tentara IDF itu menyatakan kalau militer Israel belum menerapkan kode etik militer dalam cara-cara agresi mereka di Gaza.
"Dia menunjukkan bahwa sistem disiplin yang membuat tentara bertanggung jawab belum diterapkan," tambah laporan itu.
Fakta lain yang diungkapkan oleh laporan itu adalah, para prajurit Israel tidak mengetahui alasan dari penghancuran rumah-rumah di Gaza, selain kalau itu adalah perintah yang harus dijalankan.
"Dalam konteks ini, surat kabar tersebut mengutip pernyataan tentara Israel: Kami sering tidak memahami tujuan militer mengebom rumah-rumah di Gaza," kata tulisan Khaberni mengutip laporan tersebut.
Bangun Zona Penyangga di Sekeliling Gaza
Terkait penghancuran massal rumah-rumah warga Gaza,
Media Ibrani Yedioth Ahronoth, mengabarkan kalau tentara pendudukan Israel telah menyelesaikan sebagian besar pekerjaan untuk membangun zona penyangga di Jalur Gaza.
Menurut sumber-sumber Ibrani, zona penyangga meluas hingga kedalaman berkisar antara 1 kilometer hingga 2 kilometer di dekat selubung Gaza.
"Laporan menunjukkan kalau tentara pendudukan Israel mengerahkan sistem pemantauan dan fotografi canggih di dalam zona penyangga, dengan tujuan memantau pergerakan sepanjang waktu," tulis laporan itu dikutip dari Khaberni, Selasa (3/12/2024).
Surat kabar Yedioth Ahronoth juga menjelaskan kalau pasukan tentara akan menembak siapa saja yang mencoba memasuki kawasan ini.
Daerah penyangga yang dimaksud di atas akan menjadikan Jalur Gaza semacam penjara terbuka terbesar di dunia yang lebih ketat dari sebelumnya saat pemberlakuan blokade dan pengepungan di berbagai lokasi jalur masuk ke wilayah kantung Palestina tersebut.
Hancurkan Ratusan Bangunan
Terkait rencana ini, Tentara Israel dilaporkan juga telah memperluas pembangunan pangkalan militer, pos terdepan, dan menara komunikasi di Koridor Netzarim di Gaza tengah, New York Times (NYT) melaporkan pada 2 Desember.
Militer telah menghancurkan lebih dari 600 bangunan di sekitar koridor tersebut dalam tiga bulan terakhir “dalam upaya nyata untuk menciptakan zona penyangga,” menurut laporan tersebut.
Citra satelit yang ditinjau oleh NYT menunjukkan tentara Israel telah membangun sedikitnya 19 pangkalan besar di seluruh wilayah tersebut dan puluhan pangkalan kecil, yang menunjukkan rencana pendudukan jangka panjang.
Pembangunan yang dilakukan militer di Netzarim menunjukkan pendudukan jangka panjang di Gaza dan upaya untuk mencegah warga Palestina kembali ke rumah mereka di wilayah utara jalur tersebut.
"Meskipun beberapa pangkalan dibangun pada awal perang, citra satelit juga menunjukkan bahwa laju pembangunan tampaknya semakin cepat: 12 pangkalan dibangun atau diperluas sejak awal September," tulis NYT.
Akibat pembangunan tersebut, koridor tersebut perlahan berkembang menjadi zona militer seluas 46,6 kilometer persegi yang diduduki oleh pasukan Israel.
Surat kabar itu mengatakan bahwa kendali atas Koridor Netzarim, yang membentang dari perbatasan Gaza dengan Israel hingga Laut Mediterania, memungkinkan tentara untuk “mengatur” pergerakan warga Palestina.
Kontrol tentara atas koridor tersebut memungkinkan Israel mencegah kembalinya ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi akibat pemboman dan operasi darat Israel dari selatan Gaza ke rumah mereka.
Israel juga membangun Koridor Philadelphi, zona penyangga yang memisahkan Rafah di Gaza selatan dari Mesir, yang memberikan pasukan Israel kendali atas perbatasan Mesir dan Penyeberangan Rafah yang penting.
Israel juga membuat koridor militer lain di ujung utara Gaza, memotong kota Jabalia, Beit Hanoun, dan Beit Lahia dari Kota Gaza di tengah, menurut citra satelit yang dipelajari oleh BBC Verify.
BBC melaporkan bahwa “Gambar dan video satelit menunjukkan bahwa ratusan bangunan telah dihancurkan antara Laut Mediterania dan perbatasan Israel, sebagian besar melalui ledakan terkendali.”
Dr HA Hellyer, pakar keamanan Asia Barat dari lembaga riset Rusi, mengatakan kepada BBC bahwa tentara Israel "berusaha keras untuk jangka panjang. Saya benar-benar berharap pemisahan wilayah utara akan berkembang persis seperti Koridor Netzarim."
Pembangunan koridor baru di Gaza utara yang dimulai pada bulan Oktober sesuai dengan penerapan Rencana Jenderal oleh Israel .
Berdasarkan strategi yang dirancang oleh mantan jenderal Giora Eiland, tentara Israel mengeluarkan perintah bagi semua warga Palestina untuk meninggalkan Gaza utara, sementara mereka yang tidak dapat atau menolak untuk pergi akan dikepung, dibom, dan dibiarkan kelaparan.
Dr Hellyer menyarankan bahwa penerapan Rencana Jenderal akan membuka pintu bagi aneksasi permanen Gaza dan dimulainya pemukiman Yahudi di sana dalam waktu dekat.
“Secara pribadi, saya pikir mereka akan menempatkan para pemukim Yahudi di utara, mungkin dalam 18 bulan ke depan,” katanya. “Mereka tidak akan menyebutnya pemukiman. Pertama-tama, mereka akan menyebutnya pos terdepan atau apa pun, tetapi begitulah nantinya, dan mereka akan berkembang dari sana.
Sumber: Tribunnews