GELORA.CO - Staf senior kepresidenan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol secara kolektif mengajukan pengunduran diri mereka menyusul deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12/2024).
Kantor Kepresidenan mengumumkan pengunduran diri massal kepala staf dan sekretaris senior kepada wartawan pada Rabu (4/12/2024) pagi, lapor kantor berita Yonhap.
Pejabat senior, termasuk yang setingkat kepala sekretaris presiden dan di atasnya, dilaporkan bertemu di bawah kepemimpinan Kepala Staf Chung Jin-suk.
Mereka pun sepakat untuk mengundurkan diri setelah deklarasi darurat militer di Korea Selatan.
Meski dengan cepat dibatalkan oleh parlemen, deklarasi darurat militer itu menciptakan turbulensi politik yang signifikan di Korea Selatan.
Dilansir A News, Yoon Suk Yeol telah memberlakukan darurat militer yang berlaku mulai Selasa malam untuk pertama kalinya dalam 45 tahun.
Namun, 190 anggota parlemen dari 300 anggota menolak usulan tersebut, sehingga Yoon Suk Yeol wajib mematuhi usulan tersebut.
Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Han Duck-soo meloloskan resolusi tersebut setelah Yoon menarik kembali keputusannya untuk memberlakukan darurat militer, yang telah ditolak oleh sebagian besar anggota parlemen.
Yoon Suk Yeol Didesak Mundur
Pada Rabu (4/12/2024), partai oposisi utama Korea Selatan mendesak Presiden Yoon Suk Yeol untuk segera mengundurkan diri atau menghadapi pemakzulan.
"Pernyataan darurat militer Presiden Yoon Suk Yeol jelas-jelas merupakan pelanggaran konstitusi."
"Pernyataan itu tidak mematuhi persyaratan apa pun untuk menyatakannya," kata Partai Demokrat dalam sebuah pernyataan, seperti diberitakan AP News.
"Pernyataan darurat militernya pada awalnya tidak sah dan merupakan pelanggaran berat terhadap konstitusi. Itu adalah tindakan pemberontakan yang berat dan menjadi dasar yang sempurna untuk pemakzulannya," lanjut Partai Demokrat.
Pemakzulannya akan membutuhkan dukungan dari dua pertiga parlemen, atau 200 dari 300 anggotanya.
Partai Demokrat dan partai-partai oposisi kecil lainnya bersama-sama memiliki 192 kursi.
Tetapi ketika parlemen menolak deklarasi darurat militer Yoon dalam pemungutan suara 190-0, 18 anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa di Yoon memberikan suara yang mendukung penolakan tersebut, menurut pejabat Majelis Nasional.
Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat, Han Dong-hun, yang memiliki hubungan panjang dengan Yoon sejak mereka menjadi jaksa, mengkritik deklarasi darurat militer Yoon sebagai "inkonstitusional."
Jika Yoon dimakzulkan, dia akan dilucuti dari kekuasaan konstitusionalnya sampai Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan nasibnya.
Perdana Menteri Han Duck-soo, posisi nomor 2 dalam pemerintahan Korea Selatan, akan mengambil alih tanggung jawab kepresidenannya.
Deklarasi Darurat Militer di Korea Selatan
Sebelumnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan, partai-partai oposisi telah menyandera proses parlemen pada Selasa (3/12/2024) malam.
Yoon Suk Yeol bertekad untuk membasmi "kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu".
Ia mengaku tidak punya pilihan selain mengambil tindakan untuk menjaga ketertiban konstitusional.
Tak lama setelah Yoon membuat pengumumannya, orang-orang mulai berkumpul di luar gedung parlemen, beberapa dari mereka berteriak agar darurat militer dicabut.
Pasukan militer juga terlihat berusaha memasuki parlemen pada hari Rabu.
Rekaman televisi langsung menunjukkan pasukan yang tampaknya ditugaskan untuk memberlakukan darurat militer berusaha memasuki gedung majelis.
Para pembantu parlemen juga terlihat mencoba memukul mundur tentara tersebut dengan menyemprotkan alat pemadam kebakaran.
Militer mengatakan kegiatan parlemen dan partai politik akan dilarang, dan media serta penerbit akan berada di bawah kendali komando darurat militer.
Yoon tidak menyebutkan ancaman khusus dari Korea Utara yang bersenjata nuklir, sebaliknya berfokus pada lawan politik dalam negerinya.
Ini adalah pertama kalinya sejak 1980 darurat militer diberlakukan di Korea Selatan.
Pengumuman Yoon muncul saat partainya dan oposisi bertengkar mengenai anggaran.
"Untuk menjaga Korea Selatan yang liberal dari ancaman yang ditimbulkan oleh pasukan komunis Korea Utara dan untuk melenyapkan elemen-elemen anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan rakyat, dengan ini saya menyatakan darurat militer," kata Yoon dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi kepada rakyat, dikutip dari CNA.
Presiden tidak memberikan rincian ancaman Korea Utara, tetapi Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Pyongyang yang bersenjata nuklir.
"Tanpa memperhatikan penghidupan rakyat, partai oposisi telah melumpuhkan pemerintahan hanya demi pemakzulan, penyelidikan khusus, dan melindungi pemimpin mereka dari keadilan," tambah Yoon.
"Majelis Nasional kita telah menjadi surga bagi para penjahat, sarang kediktatoran legislatif yang berupaya melumpuhkan sistem peradilan dan administratif serta menggulingkan tatanan demokrasi liberal kita," jelasnya.
Namun, Yoon Suk Yeol mengumumkan mencabut darurat militer, beberapa jam setelah Korea Selatan memberlakukannya.
Keputusan pencabutan darurat militer terjadi setelah 190 anggota parlemen yang hadir di ruang sidang Majelis Nasional di Seoul dengan suara bulat, memblokir langkah tersebut.
"Setelah tuntutan Majelis Nasional untuk mencabut darurat militer, pasukan darurat militer telah ditarik."
"Saya akan menerima tuntutan Majelis Nasional dan mencabut darurat militer melalui rapat kabinet," kata Yoon Suk Yeol, Rabu, dilansir BBC.
Adapun parlemen Korea Selatan, dengan 190 dari 300 anggotanya yang hadir, meloloskan mosi pada Rabu pagi yang mengharuskan darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol dicabut.
Ketua parlemen mengatakan pernyataan darurat militer oleh Yoon tidak sah
Sumber: Tribunnews