GELORA.CO -Kenaikan PPN menjadi 12 pada Januari 2025 ternyata disetujui dan didukung PDIP, dengan alasan demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah memaparkan, dalam pembahasan APBN 2025, pemerintah dan DPR juga menyepakati target pendapatan negara dengan asumsi pemberlakuan PPN 12 persen untuk mendukung berbagai program strategis Presiden Prabowo Subianto.
Seperti Program Quick Win yang akan didanai oleh APBN 2025, antara lain Makan Bergizi Gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp3,2 triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap di Daerah Rp1,8 triliun, pemeriksaan penyakit menular (TBC) Rp8 triliun, Renovasi Sekolah Rp20 triliun, Sekolah Unggulan Terintegrasi Rp2 triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp15 triliun, serta swasembada beras.
“Dengan demikian, program-program di atas sesungguhnya sejalan dengan agenda PDI Perjuangan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mendorong program kesehatan yang inklusif. Atas dasar itulah, PDI Perjuangan berkomitmen untuk mengawal dan mengamankan demi suksesnya Program Quick Win di atas melalui dukungan terhadap APBN 2025,” ucap Said, Selasa 24 Desember 2024.
Ditambahkan Said, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak 2021.
“Kenaikan PPN sesungguhnya bukan peristiwa yang datang seketika,” sambung Ketua Badan Anggaran DPR RI ini.
Said menjelaskan, sebelum 1 April 2022, tarif PPN berlaku 10 persen. Setelah Undang-undang No 7 tahun 2021 berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap.
“Namun pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” jelasnya.
Dalam UU No 7 tahun 2021 Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b telah diatur bahwa pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025.
“Selanjutnya APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang-undang No 62 tahun 2024. Undang-undang ini disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang memberikan persetujuan dengan catatan. Dengan demikian pemberlakukan PPN 12 persen berkekuatan hukum,” tutur Said.
Namun demikian, UU No 7 tahun 2021 juga mengamanatkan sejumlah barang dan jasa yang tidak boleh dikenai PPN atau PPN 0 persen. Antara lain ekspor barang dan jasa, pengadaan vaksin, buku pelajaran umum, buku pelajaran agama, kitab suci, pembangunan tempat ibadah, proyek pemerintah yang didanai dari hibah atau pinjaman luar negeri, barang dan jasa untuk penanganan bencana, kebutuhan pokok yang dikonsumsi rakyat banyak, serta pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional yang bersifat strategis.
Sumber: RMOL