GELORA.CO - Presiden Prabowo Subianto diingatkan berhati-hati dalam membuat kebijakan, khususnya terkait pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2029.
Pengamat politik Citra Institute, Efriza menilai, berbagai isu mengenai perbaikan sistem Pemilu dan Pilkada selanjutnya tengah menghangat, mengingat Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mempersiapkan revisi regulasinya.
Namun, menurutnya, ada hal penting yang harus diingat pemerintahan Prabowo dan juga DPR yang berwenang membuat undang-undang (UU). Yaitu tetap mendasarkan pembentukan regulasi Pemilu maupun Pilkada sesuai UUD 1945.
Hal tersebut Efriza sampaikan setelah melihat perkembangan baru-baru ini, di mana kepala daerah ke depannya direncanakan tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD.
"Jika Presiden Prabowo tidak mengacu kepada konstitusi saat ini hasil amandemen 1999-2002 lalu, maka jelas Pemerintah telah bekerja secara inkonstitusional," ujar Efriza RMOL, Kamis 19 Desember 2024.
Dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) itu menilai, Pemilu ataupun Pilkada langsung seharusnya bukan dihilangkan, karena sudah diatur dalam UUD 1945 yang diamandemen pasca reformasi.
Sehingga, dalil hukum yang mengemuka tentang mekanisme Pilkada di konstitusi sebelum amandemen adalah menjadi wewenang DPRD, tidak beralasan menurut konstitusi negara yang berlaku saat ini.
Sehingga, dalam pelaksanaan pesta demokrasi 2029 mendatang, kebijakan terkait Pemilu dan Pilkada bukan menghilangkan hak rakyat memilih langsung pemimpinnya, melainkan diperbaiki mekanismenya.
"Jadi gagasan yang sebaiknya dikembangkan bukan malah kembali ke UUD 1945 yang asli, karena narasi hal ini akan membuat mundurnya berdemokrasi Indonesia. Juga akan mengingatkan memori kelam kita bahwa UUD 1945 asli telah menghasilkan penguasa politik otoriter," demikian Efriza.
Sumber: rmol