GELORA.CO - Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan para terpidana kasus Vina Cirebon ditolak Mahkamah Agung (MA).
Penolakan permohonan PK ini pun mendapat kecaman dari kuasa hukum terpidana kasus Vina.
Jutek Bongso selaku kuasa hukum terpidana kasus Vina menuturkan, penolakan ini merupakan tragedi untuk Indonesia.
Ia menyebut penolakan permohonan PK ini sebagai tragedi hukum di Indonesia.
Jutek menyebut, pihaknya telah menghadirkan fakta, hingga saksi dan bukti serta novum.
Namun, hal tersebut tak pernah dipertimbangkan dalam persidangan sebelumnya.
Alasan yang diberikan majelis hakim MA untuk menolak PK juga dinilai sangat lemah.
"Saya hanya mengatakan bahwa ini bukan kiamat, tapi secara kuasa hukum, menurut kami, ini tragedi buat Indonesia. Tragedi hukum di Indonesia,"
"Kami menghadirkan fakta yang belum pernah diungkap," kata Jutek Bongso, kuasa hukum terpidana.
Mengutip Kompas.com, Jutek menuturkan ada dua alasan MA menolak permohonan PK.
Pertama tidak adanya kekhilafan hakim dan tidak adanya novum atau bukti baru dalam sidang PK terpidana.
Menurut Jutek, pihaknya sudah menghadirkan banyak fakta persidangan yang belum pernah ada sebelumnya.
Ia menuturkan, setidaknya ada tiga garis benar yang benar-benar baru.
Pertama hasil ekstrasi ponsel milik Widi, teman Vina, yang ditemukan tim ahli dan dihadirkan dalam persidangan.
"Hakim aneh jika tidak menyebut hal tersebut bukanlah novum," tegas Jutek.
Kedua, ada saksi yang mengatakan bahwa Vina dan Eki megnalami kecelakaan, bukan pembunuhan.
Saksi yang dihadirkan juga lebih dari satu orang.
Yang terakhir, saksi kunci, Dede mengatakan bahwa tak mengetahui adanya aksi kejar-kejaran geng motor yang jadi bagian dari kronologi utama kejadian.
Liga Akbar juga mencabut pengakuan serta memberikan pernyataan baru pada tahun 2024.
"Apakah ini bukan novum? Ini yang patut kita tanyakan. Tiga hal ini saja sudah cukup untuk dipertanyakan. Masyarakat luas bisa melihat," ungkap Jutek.
Kini, pihaknya berencana menunggu salinan resmi putusan MA dan mempertimbangkan alasan-alasan yang mendasari penolakan PK tersebut.
Dari situ, pihaknya akan menyusun strategi lain yang mendasari penolakan PK.
"Dari situ, kita akan mengambil langkah hukum selanjutnya. Masih banyak langkah yang bisa diambil, seperti grasi, abolisi, asimilasi, amnesti, atau PK kedua dan ketiga. Upaya hukum lain juga masih banyak yang bisa kita lakukan," kata Jutek.
Tangis Keluarga Terpidana
Diketahui, pembacaan putusan MA dilakukan hari ini, Senin (16/12/2024).
Pihak keluarga terpidana pun tak kuasa menahan kesedihan saat MA menolak PK yang diajukan.
Aminah, kakak Supriyanto, salah satu terpidana, juga tak kuasa menahan kesedihan.
Ia mengaku kecewa dengan putusan ini.
Meski begitu, mereka akan tetap berusaha mencari keadilan.
"Kami kecewa, sangat kecewa. Tapi, kami serahkan kepada para pengacara. Mereka tidak menyerah," ujar Aminah, dikutip dari TribunJabar.id.
Ia masih tetap yakin bahwa adiknya bukan orang yang membunuh Vina dan Eky pada 2016 lalu.
"Kami sangat meyakini mereka tidak bersalah, karena memang mereka tidak bersalah," ucapnya.
Aminah menuturkan, bahwa keluarga berharap para terpidana bisa pulang dan bebas melalui PK.
"Makanya kami sedih bukan karena kami yang di luar, tapi sedih karena yang di dalam. Mereka sudah punya harapan bebas, tapi mereka ditolak," katanya, sambil terisak.
Seperti yang diketahui, pengajuan PK ini merupakan upaya hukum terakhir bagi tujuh terpidana yang divonis seumur hidup.
Para terpidana yang mengajukan PK yakni Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto
Sumber: Tribunnews