GELORA.CO - Komisi III DPR RI minggu ini akan memanggil Kapolres Semarang Kombes Pol Irwan Anwar untuk mengklarifikasi kasus polisi menembak siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah.
"Kami akan memanggil khusus si Kapolres ini pada kesempatan yang secepat-cepatnya," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Pemanggilan tersebut akan dilakukan pada Selasa (3/12/2024) besok.
Habiburokhman menyebut peristiwa tersebut harus menjadi atensi Komisi III DPR karena merusak citra Polri secara keseluruhan.
Masyarakat juga meminta agar Komisi III DPR memberi atensi khusus terhadap peristiwa penemnakan tersebut.
"Kenapa perlu kami angkat, karena ini bisa mempengaruhi citra Polri secara keseluruhan, seolah-olah Polri tidak bisa menjaga situasi kondusif padahal kejadiannya itu di Semarang," ucapnya.
Kapolrestabes Semarang Sempat Susah Dihubungi
Habiburokhman bilang kinerja Kapolres Semarang layak dievaluasi karena pasca peristiwa penembakan tersebut, Kapolres Semarang tidak bisa dihubungi.
"Banyak sekali masyarakat yang mengatakan kapolresnya harus mendapatkan evaluasi khusus. Kami sependapat juga karena kapolresnya ini setelah kejadian saya telepon saja engak angkat telepon," pungkasnya.
Pihaknya akan menggelar rapat bersamaan pemanggilan Kapolda Sumbar dan Kadiv Propam Mabes Polri, untuk membahas soal polisi tembak polisi di Solok Selatan.
Komisi III DPR Selasa esok akan memanggil Kapolres Semarang Kombes Pol Irwan Anwar untuk mengklarifikasi kasus polisi menembak siswa SMKN 4 Semarang.
Menanggapi pemanggilan oleh DPR, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar menyatakan siap ke Jakarta memenuhi panggilan.
Dia bilang, selain Komisi III DPR, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga sudah menurunkan tim ke Semarang menyelidiki kasus ini. "Kompolnas dan Komnas HAM kan sudah turun juga ke Polda kemarin," kata Kombes Irwan Anwar.
Komnas HAM Cek CCTV, Selidiki Potensi Pelanggaran HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bakal memeriksa adanya potensi dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut.
Sebab, video CCTV peristiwa itu tidak diungkapkan secara transparan oleh polisi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, sudah mengakui ada dua tembakan yang dilepaskan ketika kejadian dan keduanya mengarah ke badan korban.
"Dua tembakan itu mengarah kepada korban. Tidak ada (tembakan peringatan)," kata Kombes Artanto.
Polisi berkilah menembak karena melerai tawuran.
Polisi sudah menahan Ajun Inspektur Polisi Dua berinisial R yang menjadi pelaku penembakan ke siswa SMK.
Keluarga korban juga telah melapor dan ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah.
Kepala Polrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar mengaku punya bukti video penembakan.
"Ada korbannya, ada video penembakannya, ada tersangkanya, ada saksinya. Lengkap," kata dia dalam konferensi pers dengan wartawan.
Tapi Kombes Irwan Anwar menolak memperlihatkan isi rekaman video penembakan itu.
Saksi-saksi di lapangan menyatakan, polisi telah mengambil rekaman video dari CCTV di masjid dan minimarket Alfamart di sekitar lokasi kejadian.
Saat jumpa pers polisi hanya memutar video rekaman selama beberapa detik suasana di lokasi kejadian sebelum peristiwa penembakan terjadi.
Tapi polisi menolak memutar lebih panjang video tersebut. Polisi sudah menghentikan pemutaran isi rekaman video CCTV tersebut yang memperlihatkan kejadian penembakan.
Para oknum polisi yang terlibat dalam kasus tersebut mengklaim memiliki rekaman video peristiwa itu.
Komnas HAM mengambil sikap untuk turut menyelidiki kasus yang melibatkan siswa di bawah umur ini.
"Kami harus melihat bukti dan fakta."
"Untuk itu, kami tinjauan lapangan sekaligus meminta keterangan dari Polda Jateng dan Polrestabes Semarang serta masyarakat sekitar di lokasi penembakan," kata Koordinator Sub Penegakan HAM pemantauan dan penyelidikan, Ulil Parulian Sihombing, baru-baru ini.
Kasus ini melibatkan tiga pelajar SMKN 4 Semarang meliputi GRO (17) alias Gamma, AD (17), dan SA (16).
Juga oknum anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin (38).
Peristiwa penembakan terjadi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (22/11/2024) dini hari.
Akibat peristiwa ini, ketiga pelajar tersebut terkena peluru panas yang melesat dari tangan Robig Zaenudin.
Dua pelajar dinyatakan selamat atas insiden ini.
Sementara, satu pelajar lainnya, Gamma meninggal dunia akibat ditembak satu kali di bagian pinggul.
Korban sempat dilarikan ke RSUP Kariadi Semarang.
Menurut polisi, pihak yang membawa korban ke rumah sakit adalah lawan tawurannya dan anggota polisi yang terlibat.
"Identitas korban baru diketahui sekitar pukul 10 pagi. Hal ini karena yang membawanya ke rumah sakit adalah lawan tawurannya," kata Kombes Irwan Anwar.
Satpam Perumahan Paramount Bantah Klaim Polisi Soal Tawuran
Namun, klaim polisi soal lokasi tawuran di Perumahan Paramount dibantah oleh salah satu satpam di kawasan tersebut.
"Tidak ada tawuran di sini. Rekan saya yang bertugas malam juga memastikan tidak ada kejadian seperti itu. Kalau ada tawuran, kami pasti tahu dan melapor ke atasan," ujar satpam yang enggan disebutkan namanya.
Pihak sekolah juga membantah dugaan bahwa korban merupakan anggota gangster.
Staf kesiswaan SMK N 4 Semarang, Nanang Agus B, menyatakan bahwa korban dikenal sebagai siswa berprestasi.
"Kalau korban tergabung dalam gangster, kami tidak tahu. Tapi dari rekam jejaknya, dia itu anak yang baik dan berprestasi. Jadi, kesimpulan kami, kecil kemungkinan dia terlibat gangster," terangnya.
Periksa 14 Saksi
Komnas HAM juga sudah meminta keterangan kepada 14 saksi, terutama para saksi di sekitar lokasi yang disebut sebagai lokasi penembakan yakni di Jalan Candi Penataran Raya.
"Tinjauan ke lapangan untuk memastikan temuan-temuan kami dan memastikan fakta-faktanya yang ada," beber Ulil.
Uli mengatakan, Komnas HAM telah meminta kepada polisi supaya adanya penegakan hukum yang transparan dalam kasus ini.
Pihaknya juga mengingatkan agar polisi menertibkan masyarakat dengan cara yang baik.
"Penanganan kasus tawuran sudah seharusnya menggunakan tindakan humanis (bukan ditembak)," ungkap Ulil.
Lebih lanjut, pihaknya juga memastikan akan memberikan perlindungan kepada para saksi dan korban dengan merekomendasikan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kompolnas: Jejak Digital Kunci Pengungkap Kasus Penembakan
Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, menegaskan jejak digital menjadi kunci utama dalam mengungkap kasus.
Anam menjelaskan jejak digital yang ditemukan di lokasi kejadian dapat memperjelas bagaimana peristiwa penembakan itu terjadi.
"Jejak digital ini menjadi salah satu bahan utama untuk membuat peristiwa lebih terang dan menegakkan keadilan," kata Anam usai mengunjungi keluarga korban di Padas, Kelurahan Sine, Kecamatan Sragen, Sabtu (30/11/2024).
Bukti yang diambil dari titik yang relevan, kata Anam, dapat menggambarkan inti dari peristiwa penembakan.
“Titik itu membawa kita memahami bagaimana peristiwa terjadi, mulai dari penembakan hingga hilangnya nyawa korban,” jelas Anam.
Kompolnas menekankan penanganan kasus anak juga harus mengedepankan sistem hukum yang berlaku.
“Tolong sensitif terhadap problem anak-anak, karena mereka adalah masa depan bangsa kita. Penanganan kasus anak tidak boleh menggunakan kekerasan,” tambah Anam.
Menurut Anam, kasus ini harus menjadi pelajaran bagi Polda Jawa Tengah dan kepolisian di seluruh Indonesia agar lebih hati-hati, terutama dalam menangani kasus yang melibatkan anak.
Komisioner Kompolnas lainnya, Supardi Hamid, menyatakan pihaknya akan terus mengawal penanganan kasus ini agar prosesnya berjalan profesional, proporsional, dan sesuai dengan aturan hukum.
"Kami melihat kepolisian antusias untuk membuat kasus ini terang."
"Pelaku penembakan sudah menjalani sidang kode etik, dan tindak pidananya akan diproses lebih lanjut," ujar Supardi
Sumber: Tribunnews