Pameran Yos Suprapto Dibredel, DPR: Preseden Buruk Pemerintahan Prabowo

Pameran Yos Suprapto Dibredel, DPR: Preseden Buruk Pemerintahan Prabowo

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyoroti penutupan pameran lukisan seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto, yang sedianya digelar di Galeri Nasional Indonesia.

Bonnie menilai tindakan tersebut sebagai bentuk "pembredelan" yang mencederai kebebasan berekspresi. 


Dia meminta pemerintah tidak mengintervensi karya seni dan memberikan ruang diskusi yang kritis.

"Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (21/12/2024).


Pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”, yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu, batal digelar beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis (19/12/2024). 

Saat itu, pintu kaca galeri digembok dan lampu dimatikan, meskipun pameran dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

Galeri Nasional menyebut pembatalan terjadi karena lima dari 30 lukisan yang dipamerkan dianggap tidak sesuai dengan tema kedaulatan pangan. 
 
Beberapa karya dianggap terlalu vulgar, misalnya, menggambarkan sosok mirip Presiden ke-7 Joko Widodo atau yang diinjak oleh figur lain, serta lukisan petani yang memberi makan konglomerat. 


Pihak kurator, Suwarno Wisetrotomo, disebut meminta beberapa karya ditutup dengan kain hitam, yang kemudian ditolak Yos.


Bonnie menilai, langkah ini dapat menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

"Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto," ucapnya.

Bonnie menegaskan bahwa seni rupa, dalam hal ini adalah seni lukis merupakan ranah multitafsir. 


Menurutnya, seniman memiliki otoritas dalam berkarya dengan temanya masing-masing, dan tidak akan menimbulkan bencana politik apa-apa.

"Bagaimana pun karya seni merupakan medium untuk kritik sosial adalah hal yang lazim. Dan seni itu multitafsir sehingga bahaya juga kalau dilihat hanya dari satu perspektif," terang Bonnie.

Lebih lanjut, Bonnie mengingatkan, karya seni merupakan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi negara.

"Menurut saya kegiatan pameran seni konteksnya dalam negara demokrasi itu ya bebas saja. Biar publik yang menilai secara perspektif seninya seperti apa," tuturnya. 


"Lagian lukisan ini sudah beredar di media sosial dan sudah dilihat semua orang. Tidak perlu ada sensor karena karya seni itu multitafsir," ucap Bonnie menambahkan.


Pihak Galeri Nasional menjelaskan bahwa pembatalan dilakukan karena tidak tercapainya kesepakatan antara kurator dan seniman. 

Hal ini diduga berawal dari permintaan kurator Suwarno Wisetrotomo untuk menurunkan lima dari 30 lukisan yang akan dipamerkan. 

Kelima lukisan tersebut diduga berkaitan dengan sosok mantan Presiden Joko Widodo, yang pernah sangat populer di masyarakat.

Namun, Yos Suprapto menolak permintaan itu. Penolakan tersebut berujung pada keputusan pembatalan pameran oleh pihak galeri.

Pameran yang telah disiapkan selama satu tahun itu terpaksa dibatalkan setelah pihak pengelola galeri memutuskan listrik dan mengunci akses menuju ruang utama pameran.

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita