Keserentakan Pemilu Digugat ke MK, DPR Siap Evaluasi Bersama Stakeholder

Keserentakan Pemilu Digugat ke MK, DPR Siap Evaluasi Bersama Stakeholder

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Sistem keserentakan pemilihan umum (pemilu) yang diterapkan pada tahun 2024 memunculkan gugatan uji materiil UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Gugatan yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut, direspons DPR dalam sidang lanjutan yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2024.

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan, pembentuk undang-undang belum menentukan model yang akan dipilih untuk format pemilu serentak, melalui revisi UU 7/2017 setelah pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.

Namun menurutnya, keserentakan Pemilu 2024 yang berbarengan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) juga dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia, sehingga menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pihak yang terlibat.

"Justru dengan adanya pemilu serentak, parpol harus lebih profesional dan strategis dalam menyusun daftar calonnya dengan mempertimbangkan integritas, kompetensi, dan loyalitas calonnya terhadap ideologi dan visi misi partai," ujar Rudianto.

Di samping itu, dia juga menanggapi dalil permohonan Perludem yang memohonkan perubahan keserentakan pemilu dan pilkada. Perludem berharap UU pemilu dan pilkada dilaksanakan di tahun berbeda dengan jeda 2 tahun.

Rudianto menilai, permohonan Perludem itu masih memerlukan kajian yang mendalam.

Sebab baginya, dalil yang menyebut pilkada selanjutnya nanti harus mengikuti calon kepala daerah terpilih 2024 yang paling terakhir dilantik, yaitu kemungkinan pada tahun 2025 pasca sengketa hasil selesai di MK.

Oleh karena itu, politikus Nasdem ini meyakini perbaikan sistem keserentakan pemilu dan pilkada ke depan mesti dibahas oleh banyak pihak dalam bingkai evaluasi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

"Bahkan dalam permohonan ini, Pemohon belum menjelaskan formulasi dua tahun jeda tersebut, sehingga perlu kajian komprehensif dan simulasi atas ini terlebih dahulu," tuturnya.

"Tanpa adanya hal ini, maka tidak dapat segera dilakukan atas waktu yang diperlukan dua tahun, karena butuh pertimbangan dari banyak pihak, di antaranya dari pertimbangan penyelenggara pemilu, parpol, dan peserta pemilu lainnya," demikian Rudianto menambahkan.

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita