GELORA.CO - Pengunduran diri Gus Miftah dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan pada 6 Desember 2024 menimbulkan kehebohan. Keputusan ini diambil setelah munculnya kontroversi terkait pernyataannya yang dianggap menghina penjual es teh viral di media sosial.
Presiden Prabowo Subianto, dalam tanggapannya, menghormati keputusan Gus Miftah dan menyebut langkah tersebut sebagai sikap ksatria yang patut diapresiasi. Meski begitu, spekulasi langsung bermunculan terkait siapa yang akan menggantikan posisi strategis tersebut.
Beberapa nama mulai mencuat sebagai kandidat potensial. Dari tokoh agama hingga pengamat politik, masing-masing memiliki keunggulan dan tantangan untuk mengisi peran penting tersebut. Siapa saja kah kandidatnya? berikut informasi selengkapnya, dirangkum dari berbagai sumber.
Gus Miftah Mundur Dianggap Tepat
Keputusan Gus Miftah untuk mengundurkan diri dari jabatan strategisnya menjadi sorotan publik, terutama karena ia baru menjabat selama beberapa bulan. Keputusan ini dipicu oleh ucapannya yang dianggap menghina profesi penjual es teh, yang kemudian menuai kritik luas di media sosial.
Presiden Prabowo Subianto mengakui bahwa Gus Miftah telah mengakui kesalahannya dan mengambil tanggung jawab penuh atas insiden tersebut. Menurut Prabowo, langkah Gus Miftah adalah contoh langka di Indonesia, di mana seorang pejabat memilih mundur untuk mempertanggungjawabkan ucapannya.
Kontroversi ini tidak hanya menyoroti gaya komunikasi Gus Miftah tetapi juga mencerminkan tekanan tinggi yang dihadapi oleh pejabat publik dalam menjaga citra dan komunikasi yang baik.
Rocky Gerung dan Yaqut Cholil Qoumas Jadi Kandidat?
Setelah pengunduran diri Gus Miftah, beberapa nama muncul sebagai kandidat potensial untuk menggantikan posisinya seperti Rocky Gerung. Sosok filsuf dan pengamat politik yang dikenal dengan pandangan kritisnya. Rocky dianggap memiliki kemampuan untuk memediasi kerukunan antarumat beragama dengan pendekatan yang intelektual dan inklusif.
Selain Rocky, beberapa sosok juga disebut seperti Irfan Hakim, termasuk nama-nama yakni Yaqut Cholil Qoumas. Mantan menteri agama era Jokowi ini juga ramai diperbincangkan sebagai pengganti Miftah karena dianggap memiliki kemampuan untuk merangkul sesama.
Lalu, nama lain juga muncul di kalangan warganet seperti Ali Mochtar Ngabalin yang saat ini menjabat sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Republik Indonesia.
Ustaz Adi Hidayat hingga Alissa Wahid
Selanjutnya, Ustaz Adi Hidayat yang belakangan populer sebagai pendakwah muda sekaligus Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022–2027, lalu Ghazi Abdullah Muttaqien sebagai intelektual muda dan hafiz Quran, Dr. Gamal Albinsaid hingga Alissa Wahid sebagai putri Abdurahman Wahid alias Gus Dur juga disebut layak menduduki jabatan sebagai pengganti Miftah.
Ketua Rekat Indonesia Eka Gumilar
Nama Eka Gumilar mencuat sebagai calon Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Banyak yang menilai Ketua Ormas Rekat Indonesia Raya itu layak menggantikan Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah.
Dukungan itu datang dariKetua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bidang Luar Negeri Pusat, Prof. Obsatar Sinaga dan Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari), Habib Umar Alhamid.
Prof. Obsatar menilai Eka Gumilar memiliki semangat kebangsaan dan kemampuan luar biasa dalam merajut kebhinekaan, serta merekatkan kelompok lintas agama, suku, dan golongan.
Jejak rekam Eka Gumilar sebagai pemimpin yang konsisten memperjuangkan toleransi dan persatuan menjadi alasan kuat dirinya dinilai layak untuk mengemban tugas tersebut.
"Semangat nasionalisme dan kemampuan beliau untuk menyatukan perbedaan menjadi kekayaan bangsa adalah alasan utama saya mendukung beliau. Ini tentang memperkuat persatuan, bukan hanya pemahaman agama semata," kata Obsatar dikutip Liputan6, Sabtu (14/12/2024).
Sementara itu, Habib Umar meyakini, Eka Gumilar dapat membantu kerja-kerja pemerintahan dengan kapasitas dan kapabilitas yang ia miliki. Menurutnya, Eka dikenal memiliki integritas tinggi dan loyalitas yang teruji.
"Orangnya mudah beradaptasi dan orangnya juga berakhlak serta memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup,” imbuhnya, dikutip dari Okezone (14/12/2024).
Ia menambahkan, Eka dan Ormas Rekat Indonesia Raya sering mengadakan seminar, dialog, serta simposium dengan melibatkan tokoh-tokoh nasional hingga daerah. Acara yang diprakarsai Eka kerap dihadiri peserta dari berbagai daerah, mulai dari Aceh hingga Papua.
"Mulai dari Aceh sampai Papua yang hadir kalau beliau mengadakan acara. Itu artinya beliau ini mudah bergaul dengan siapa pun. Menurut saya cocok sekali, baik sekali bisa memberikan pengertian luas kepada masyarakat luas. Jadi saya sangat mendukung beliau di pemerintahan Pak Prabowo ini," katanya.
Hak Prerogatif Presiden
Posisi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama bukanlah tugas ringan. Tugas ini melibatkan kemampuan untuk menciptakan dialog lintas agama, mengatasi konflik sektarian, dan menjaga harmoni di tengah masyarakat yang beragam.
Kandidat pengganti harus memiliki pemahaman mendalam tentang dinamika sosial dan agama di Indonesia, serta mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan semua pihak. Selain itu, mereka juga harus siap menghadapi kritik publik yang sering kali tidak terhindarkan.
Walau nama-nama tersebut muncul di tengah mundurnya Miftah, namun keputusan tetap ada di tangan presiden Prabowo Subianto untuk menetapkannya.
Apa yang Harus Dilakukan Pengganti Gus Miftah?
Pengganti Gus Miftah harus segera membangun kepercayaan publik, terutama setelah kontroversi yang menyertai pendahulunya. Mereka harus menunjukkan sikap inklusif dan kemampuan untuk merangkul semua golongan tanpa memihak.
Selain itu, tugas utama adalah melanjutkan program-program yang telah dirancang sebelumnya, dengan fokus pada dialog dan kerja sama antarumat beragama. Hal ini mencakup mediasi dalam konflik agama dan mendukung pembangunan fasilitas keagamaan yang inklusif.
Penting bagi pengganti untuk belajar dari kasus Gus Miftah, yaitu menjaga integritas dan sensitivitas dalam setiap tindakan dan ucapan sebagai figur publik yang berada di garis depan isu kerukunan beragama. []