GELORA.CO - Polri sedang menjadi sorotan publik terutama dalam peristiwa penembakan pelajar berinisial GRO (17) di Semarang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Sejumlah pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) sempat meminta agar anggota Polri tidak lagi membawa senjata api.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, usulan pelucutan senjata api anggota Polri tidak realistis.
Sebab, katanya, situasi kriminal di Indonesia semakin kompleks dan brutal, di mana pelaku kejahatan kerap membawa senjata api.
Misalnya saja, Teguh mencontohkan beberapa waktu lalu anggota Polri melakukan penangkapan pelaku Curanmor di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat mendapat perlawanan.
Di mana kaki anggota Polres Metro Tangerang Kota ditembak pelaku curanmor bersenpi.
Selain itu, pelaku juga sering melukai korban terutama perampok nasabah Bank, begal dan lainnya.
"Kondisi masyarakat kita dan meningkatnya kekerasan tindak pidana yang sangat brutal, seperti curas dan curat, menurut saya belum memungkinkan anggota Polri dilucuti senjatanya," tegasnya melalui keterangan tertulis, Rabu (11/12/2024).
Sugeng menilai, tuntutan untuk melucuti senjata anggota Polri sama sekali tidak sejalan dengan kebutuhan mendesak untuk menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat.
Oleh karena itu, anggota Polri harus tetap dilengkapi dengan senjata untuk menghadapi ancaman pelaku kejahatan yang membawa senjata api maupun benda tajam.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi melanjutkan, permintaan pelucutan senjata api anggota Polri bukanlah solusi yang tepat.
Sebab, anggota Polri tidak mungkin membawa pentungan dan ketika terjadi aksi kriminal melawan pelaku bersenjata api.
"Sementara pemetik sepeda motor saja sekarang udah pake senjata rakitan dari Cipacing. Saya kira ini bukan solusi yang betul ya, karena Polisi selaku penegak hukum harus tetap memegang senjata," tegas Islah.
Menurutnya, banyak anggota Polri yang mendapat perlawanan dari pelaku kejahatan dan tak sedikit terjadi baku tembak.
Jika polisi tak menggunakan senjata api, maka kejahatan akan leluasa dan semakin berani melawan petugas yang tak punya senjata api.
"Dan Polisi yang bersenjata itu bukan hanya di Indonesia, semua negara memiliki senjata api. Kalau di Amerika ada yang megang tuh, yang senjata Setrum itu. Itu tetap aja senjata apinya ada di sebelah kirinya atau di sebelah kanannya," tuturnya.
"Semua penegak hukum di negara manapun memegang itu, kecuali mungkin Dalmas Pengendalian Massa, polisi anti huru-hara, ya mereka pasti tidak akan dibekali dengan Senjata api, peluru tajam. Jelas enggak ya, kalau peluru hampa mungkin," terangnya.
Di sisi lain, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Romadhon juga sependapat bahwa pelucutan senpi anggota Polri tidak mengacu pada manfaat dan risiko operasional di lapangan.
Romadhon menilai solusi yang ditawarkan YLBHI maupun Amnesty Internasional Indonesia justru berpotensi membahayakan masyarakat dan anggota Polri.
“Kami memahami kekhawatiran YLBHI terkait kasus penyalahgunaan senjata api, namun menghapus atau melucuti senjata anggota Polri bukanlah solusi yang efektif. Justru, penghapusan ini dapat memperbesar risiko bahaya, baik kepada masyarakat maupun kepada anggota Polri yang menjalankan tugasnya," ungkapnya.
Romadhon menambahkan, senjata api merupakan alat perlindungan diri yang diperlukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugas operasional di lapangan.
Ia hanya menyarankan, perlu adanya pengawasan ketat dalam penggunaan senjata api supaya sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) dan tidak disalahgunakan.
“Tanpa senjata api, anggota Polri berpotensi menjadi korban dalam situasi yang membutuhkan tindakan sigap. Ini dapat berdampak buruk pada keselamatan masyarakat,” imbuh Romadhon
Sumber: Wartakota