GELORA.CO - Pada Kamis, 21 November 2024, Rusia melancarkan serangan rudal balistik jarak menengah hipersonik terbaru yang dijuluki Oreshnik, ke Dnipro, Ukraina.
Serangan ini merupakan respons terhadap serangan Ukraina yang menggunakan rudal ATACMS buatan Amerika Serikat (AS) dan Storm Shadow buatan Inggris.
Menurut Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, serangan ini membuat Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, merasa panik dan terguncang.
Lavrov menyatakan, "Saya memahami Zelensky menjadi takut dan mulai menyalahkan tuannya secara langsung karena membiarkannya tak berdaya melawan tindakan tegas Rusia."
Ia juga menambahkan bahwa keterlibatan personel militer negara Barat dalam serangan Ukraina menunjukkan bahwa dukungan mereka tidak hanya bersifat material, tetapi juga operasional.
Respons Zelensky
Menanggapi serangan Rusia, Zelensky mendesak para pemimpin dunia untuk memberikan respons tegas.
Dalam pernyataannya di Telegram, ia mengatakan, "Ini adalah peningkatan yang nyata dan serius dalam skala dan kebrutalan perang ini."
Ia menekankan bahwa serangan tersebut menunjukkan niat Rusia untuk terus melakukan tindakan agresif dan tidak menginginkan perdamaian.
Zelensky juga mengingatkan bahwa saat ini tidak ada reaksi keras dari masyarakat internasional terhadap tindakan Rusia.
"Dunia harus bereaksi. Rusia perlu didesak untuk mencapai perdamaian sejati yang hanya mungkin dicapai melalui kekuatan," tegasnya.
Latar Belakang
Serangan rudal hipersonik Oreshnik ke Dnipro terjadi setelah Ukraina melakukan serangan terhadap wilayah Rusia di Bryansk dan Kursk.
Zelensky selama ini telah mendesak AS dan sekutunya untuk mengizinkan penggunaan senjata jarak jauh untuk menargetkan wilayah Rusia, dengan harapan bahwa hal tersebut dapat mendekatkan Ukraina pada kemenangan.
Dengan meningkatnya ketegangan ini, baik Rusia maupun Ukraina saling menyalahkan dan menyerukan dukungan dari sekutu masing-masing, menandakan bahwa konflik ini semakin kompleks dan berpotensi meluas.
Sumber: tribunnews