GELORA.CO - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid merasa ragu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersikap netral pada Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, banyak anggota Polri yang juga resah dengan ketidaknetaralan pada pesta demokrasi.
"Saya percaya banyak anggota polisi yang ingin bersikap netral, tetapi saya ragu dan tidak percaya Kapolri bersikap netral. Dan, ini tecermin di dinamika kepolisian tingkat daerah," kata Usman Hamid dalam diskusi diskusi Imparsial bertajuk 'Dinamika Politik dan Keamanan Jelang Pilkada: Bayang-Bayang Jokowi di Rezim Prabowo' di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/11).
Menurut Usman, banyak anggota kepolisian yang resah harus menenangkan kandidat tertentu pada Lilkada Serentak 2024 akibat ditekan atasan. "Saya dapat banyak informasi ada sejumlah anggota kepolisian resah, karena seolah mendapat arahan memenangkan kandidat tertentu. Sebagian lagi terang-terangan kalau ini perintah," ungkap Usman.
Usman menyebut semua pihak harus mengingatkan bahwa kepolisian merupakan institusi negara yang menjalankan kebijakan di sektor keamanan, melalui pengayoman, perlindungan, pelayanan masyarakat, dan penegakan hukum.
Dia menekankan, tidak boleh kepolisian ada di antara pemerintah dan masyarakat, tetapi berpihak ke penguasa. Termasuk, Korps Bhayangkara tidak boleh mengambil sikap partisan dalam kontestasi politik.
Namun, Usman menyebut sinyal polisi yang partisan tidak berkurang pada pilkada setelah sebelumnya dilakukan pas Pilpres 2024 RI. "Kita minta seluruh jajaran kepolisian untuk netral, kalau kapolri tidak mau netral, kita dorong pergantiannya, pencopotannya," ungkap Usman.
"Ada banyak jenderal polisi yang kredibel yang mau membawa kepolisian jadi lembaga berwibawa dan bersikap profesional. Kan, kita tidak mau melihat polisi terlibat dalam intervensi politik seperti Orba," sambungnya.
Aktivis HAM itu menyatakan, sempat menaruh harapan bahwa Pilkada ini menjadi cermin bahwa Pemilu di Indonesia kembali berintegritas. Namun, pada kenyataannya hal itu belum terwujud.
Hal ini tecermin dalam sikap pemerintah termasuk Presiden Prabowo Subianto yang terang-terangan berpihak kepada kandidat politik tertentu. Termasuk, keterlibatan Jokowi dalam mengamankan kekuasaannya usai purna tugas sebagai Presiden, dengan menggerakkan "partai cokelat" atau aparat kepolisian untuk memenangkan kandidat yang didukung di Pilkada.
"Dengan demikian pengaruh-pengaruh yang bisa dimainkan oleh Jokowi dan juga Prabowo itu bisa mengurangi integritas. Salah satu yang paling mencolok adalah dengan peran "partai coklat". Ini bukan cokelat Silverqueen, dan lain-lain. Ini adalah sindiran untuk lihat kepolisian yang dipandang tidak netral di dalam kontestasi pemilu sejak pemilihan presiden yang kemarin," pungkasnya.
Sumber: jawapos