GELORA.CO - Untuk sementara pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Pramono Anung -Rano Karno, unggul di Pilkada Jakarta 2024.
Hal ini berdasarkan hasil akhir hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei.
Diantaranya hasil quick count Litbang Kompas dengan suara masuk 100 persen memperlihatkan Pramono Anung-Rano Karno 49.49 persen, Ridwan Kamil-Suswono 40.02 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10.49 persen.
Sebagai catatan hasil hitung cepat bukanlah hasil resmi Pilkada sebab hasil resmi tetap menunggu perhitungan suara secara manual oleh KPU.
Meski demikian kekalahan sementara paslon Ridwan Kamil -Suswono (RIDO) di Pilkada Jakarta 2024 disorot berbagai pihak.
Apalagi karena paslon nomor urut 1 di Pilkada Jakarta ini diusung banyak partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Lalu apa penyebab kekalahan Ridwan Kamil -Suswono? Berikut analisis pengamat dan politisi PKS:
Faktor Mesin Politik Partai
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs, A Khoirul Umam mengindikasikan bahwa basis mesin politik KIM Plus tidak solid.
"Kekompakkan KIM Plus bak kawin paksa, dimana aspirasi kepentingan partai-partai pengusung tampaknya kurang terakomodasi," kata Umam dalam pesan yang diterima Tribunnews, Kamis (28/11/2024).
Akibatnya meskipun diawali dengan optimisme yang tinggi, Umam menyebut mesin politik RIDO akhirnya melempem jelang pencoblosan.
Pengamat politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional Lili Romli menelaah “kekalahan” Ridwan Kamil-Suswono meskipun sudah didukung KIM Plus.
“Meskipun koalisi KIM Plus itu banyak yang mendukung RK-Suswono, tapi yang terjadi adalah partai-partai politik yang tergabung dalam KIm Plus itu nggak berjalan mesin politiknya. Dibiarkan sendiri berjalan RK-Suswono".
"Sisi lain adalah figurnya ini kontraproduktif di dalam kampanye-kampanyenya. Sebelumnya ada resistensi akibat cuitan masa lalu RK yang membuat warga Jakarta menolak kehadiran RK itu,” ujarnya dikutip dari VOA Indonesia.
Sementara pasangan Pramono Anung-Rano Karno bisa melaju karena figur keduanya dan mesin politik yang mendukungnya berjalan beriringan.
Terlebih setelah mendapat limpahan dukungan dari Anies Baswedan dan Ahok.
Politisi PKS Singgung Amunisi
Politikus DPP PKS Mardani Ali Sera mengakui kalau adanya kerja yang kurang optimal di dalam kubu koalisi Ridwan Kamil-Suswono.
Padahal kata dia, koalisi di kubu Ridwan Kamil-Suswono cukup besar dan dihuni oleh belasan parpol besar.
"Kami percaya partai 14 atau 16 yang Dukung itu bagus-bagus semua, Tapi kemarin nampaknya belum optimal," kata Mardani kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Mardani berharap untuk putaran kedua nantinya kubu koalisi RK-Suswono bisa lebih optimal dan solid lagi.
"Kalau terjadi putaran 2. Satu, kalau kami (PKS) sederhana, kita itu punya partai yang demikian banyak dan demikian bagus," ucap dia.
Salah satu yang digarisbawahi oleh Mardani yakni soal amunisi untuk para partai politik yang ada di kubu RK-Suswono.
Dirinya menyatakan, sejatinya banyak partai yang kehabisan amunisi termasuk PKS karena gelaran Pilkada yang tidak jauh dari Pilpres dan Pileg.
"Nah nanti harus betul-betul semua partai diberikan amunisi. Jujur semua partai abis, Pileg Pilpres kemarin tuh kalau tanya saya, duit saya abis, karena Pileg kemarin itu baru, dan kita belum ada resesnya," ucap dia.
"Nah jadi yang pertama, optimalkan semua anggota partai yang ada. Nah yang kedua relawan relawan tuh bagus-bagus, kemarin tuh belum optimal," tukas Mardani.
Literasi Pemilih Jakarta Beda
Pengamat Politik Khoirul Umam mengatakan dari sisi pemilih para pemilih di Jakarta cenderung relatif jauh lebih memiliki literasi politik yang lebih baik, sekaligus lebih pragmatis.
"Sehingga masyarakat DKI relatif paling mudah berubah-ubah pilihannya, sesuai basis isu dan narasi yang berkembang," kata dia.
Di sisi lain, Umam menilai Pramono-Rano terlihat lebih disiplin dalam kampanye lapangan maupun narasi.
"Di saat yang sama, kedekatan Pramono-Rano dengan Anies yang menjadi simbol perlawanan terbuka pada kekuatan politik yang mengorkestrasi dominasi peta politik Jakarta, mampu mengkonsolidasikan basis pemilih loyal Anies untuk mendukung Pramono-Rano, yang mana banyak di antara mereka beririsan dengan basis pemilih loyal PKS," kata dia.
Kondisi tersebut, dikatakan Umam, ditambah dengan kedekatan Pramono secara pribadi dengan Jokowi maupun dengan Prabowo sehingga sel-sel politik keduanya juga tampaknya tidak dilepas untuk menghancurkan pilar-pilar politik Pramono.
"Hal ini menegaskan bahwa strategi Ketum PDIP Megawati untuk memasang Pramono di Jakarta sangatlah tepat, di mana pemegang remot kekuasaan bisa dibuat gamang untuk menghabisi calon dari PDIP yang dikeroyok ramai-ramai, mengingat kedekatan personal mereka selama ini," kata dia.
Narasi Kampanye
Umam juga mengatakan dalam teknis dan narasi kampanye yang pendek ini, terjadinya slip of tounge Suswono tentang "janda" yang berhasil dipolitisir lawan dengan argumen teologis, mengindikasikan paslon tersebut kurang disiplin.
"Belum lagi materi-materi kampanye Ridwan Kamil di fase awal didominasi oleh materi-materi gimik, layaknya Mobil Curhat, bantuan kopi untuk yang terkena PHK, yang mana model-model semacam ini sebelumnya berhasil digunakan di politik Bandung dan Jawa Barat, kini ternyata tidak mempan dijual di masyarakat Jakarta," kata Umam.
Akumulasi dari semua itu, dikatakan Umam, berhasil mengantarkan Pramono-Rano menjadi kuda hitam yang sukses mengunguli RIDO.
"Meskipun belum konklusif 1 putaran, namun moril politik PDIP dan Pramono-Rano sangatlah tinggi. Ini bisa menjadi bekal yang baik untuk pertarungan lanjutan jika dipaksa untuk masuk di putaran kedua," pungkasnya
Sumber: Tribunnews