GELORA.CO - Bos smelter swasta PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), Suwito Gunawan, menjadikan sopir pribadi keluarganya sebagai direktur perusahaan boneka pengangkut bijih timah yakni CV Bangka Jaya Abadi.
Pengakuan itu disampaikan Suwito saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga timah PT Timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum'at (1/11/2024).
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini yakni bos CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Alias Aon, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjie, Komisaris CV VIP Kwang Yung Alias Buyung dan Manajer Operasional CV VIP Achmad Albani.
Seperti diketahui CV Bangka Jaya Abadi merupakan salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan PT SIP yang selama ini mengambil bijih timah dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Penambanga (IUP) PT Timah Tbk.
"Kalau untuk CV Bangka Jaya Abadi itu Direkturnya siapa?," tanya Jaksa Penuntut Umum.
Suwito menjelaskan, saat awal pembentukan CV tersebut dirinya menunjuk sopir ayahnya mengisi posisi Direktur.
"Direkturnya adalah bekas sopir papa saya, setelah papa saya meninggal dia saya bawa lagi. Tapi gak terus menerus," kata Suwito.
Namun ketika ditanya Jaksa soal rutinitas sopir tersebut selama beperan sebagai Direktur di perusahaan boneka tersebut, Suwito mengaku tak paham.
Pasalnya, kata dia, terkait persoalan teknis perusahaan MB Gunawan yang lebih mengetahuinya selalu Direktur Utama PT SIP.
"Saya enggak jelas, yang lebih tahu Pak MB Gunawan," ucap Suwito.
Terkait perusahaan boneka atau cangkang ini sebelumnya juga pernah terungkap dalam dakwaan Jaksa di persidangan MB Gunawan pada Senin (26/8/2024) lalu di Pengadilan Tipikor Jakarta.
MB Gunawan disebut jaksa, membentuk dua perusahaan cangkang atau boneka bersama saudaranya, Suwito Gunawan alias Awi.
"Terdakwa MD Gunawan baik sendiri maupun bersama Suwito Gunawan alias Awi membentuk perusahaan cangkang atau boneka, yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada," ujar jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di persidangan.
Menurut jaksa, dua perusahaan cangkang tersebut sengaja dibentuk untuk mengumpulkan bijih timah dari kegiatan penambangan ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Kedua perusahaan itu diketahui mengumpulkan bijih timah bermodalkan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan atau sebagai transporter.
"Seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan surat perintah kerja atau SPK pengangkutan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa.
Bijh timah yang dikumpulkan perusahaan cangkang kemudian dibeli PT Timah. Kemudian PT Timah mengirimnya kepada PT Standindo Inti Perkasa.
"Bijih timah tersebut dibeli PT Timah Tbk dan dikirim ke PT Stanindo Inti Perkasa sebagai pelaksanaan kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dengan PT Stanindo Inti Perkasa," ujar jaksa.
Untuk harga bijih timah yang dijual perusahaan cangkang ke PT Timah, dihargai USD 3.700 per ton.
Harga itu menurut jaksa, lebih mahal daripada harga di pasaran. Terlebih, penentuan harga dilakukan tanpa adanya kajian memadai.
"Terdakwa MB Gunawan, baik sendiri maupun bersama Suwito Gunawan alias Awi, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Alwin Albar mengetahui dan atau menyepakati harga sewa processing penglogaman PT Timah sebesar 3.700 US Dolar per ton untuk empat smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa tanpa dilakukan studi kelayakan atau kajian yang memadai, sehingga PT Stanindo Inti Perkasa menerima pembayaran dari PT Timah yang terdapat kemahalan harga pembayaran," jelas jaksa.
Baca juga: Gunawan Sadbor dari Sukabumi: Dari Penjahit ke Seleb TikTok, Kini Ditangkap Polisi
Adapun dalam perkara ini, MB Gunawan didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
Sumber: Tribunnews