GELORA.CO - Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman meminta maaf usai anggotanya sempat tidak menerima laporan polisi (LP) warga bernama Lachlan Gibson yang mengalami kecelakaan pada 21 Januari 2023.
Permintaan maaf itu disampaikan Latif usai video Lachlan Gibson meluapkan kekecewaannya viral di media sosial, diunggah oleh akun Instagram @lbj_jakarta.
“Tentunya saya juga meminta maaf kepada yang bersangkutan dan kepada seluruh masyarakat,” kata Latif saat dihubungi, Senin (18/11/2024).
Polisi beralasan, kala itu pihaknya tidak menerima laporan Lachlan karena rekaman kamera E-TLE yang menyorot tempat kejadian perkara (TKP), yakni di depan Polda Metro Jaya, diperbarui setiap enam jam sekali.
Sementara, Lachlan baru membuat laporan dua bulan setelah insiden kecelakaan. Sebab, pasca-peristiwa tersebut, Lachlan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Namun, pada akhirnya, Latif mengakui bahwa pihaknya bersalah tak menerima laporan Lachlan.
“Sekali lagi, ada prosedur yang salah di saya, saya akui. Jadi, pada saat menerima laporan, ada yang salah di saya, sehingga ini akan segera kami tindak lanjuti,” ungkap Latif.
Latif pun menganggap peristiwa ini merupakan bahan koreksi untuk dirinya sebagai pimpinan. Dia berharap agar institusinya bekerja lebih baik lagi.
“Saya sangat mengapresiasi dia (Lachlan Gibson), saya sangat berterima kasih kepada dia yang telah berani mengoreksi kelakuan daripada oknum,” ujar Latif.
Latif menyadari, media sosial merupakan sarana penyampaian pendapat. Lachlan menggunakan sarana tersebut karena tidak tahu lagi harus ke mana mengadukan peristiwa yang dialaminya.
“Saya menyampaikan kepada masyarakat jangan takut untuk menyampaikan hal yang benar,” pungkas Latif.
Meski pada akhirnya polisi menerima laporan Lachlan, pelapor memutuskan tidak melanjutkan kasus ini karena minimnya bukti dan ada perubahan tempat kejadian perkara (TKP) mengingat insiden itu sudah berlalu 1 tahun 10 bulan.
No viral no justice
Kasus Lachlan Gibson ini pun dianggap memperkuat stigma “no viral no justice” terhadap kepolisian. Pasalnya, polisi baru turun tangan setelah kasus ini jadi perbincangan masyarakat.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Muhammad Choirul Anam berujar, “no viral no justice” kini menjadi fenomena pengawasan oleh masyarakat terhadap kepolisian agar bekerja lebih profesional.
“Dan fenomena ini yang menjadi atensi dari kami, dari kepolisian, dan Pak Kapolri juga memberikan atensi itu. Jadi, fenomena ini sebagai sesuatu yang dalam konteks publik, baik,” ujar Anam saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/11/2024).
Tantangan
Dengan adanya keterbukaan informasi, kata Anam, tantangan kepolisian semakin kompleks. Masyarakat dengan mudah menggunakan haknya untuk bersuara di berbagai platform mengenai apa yang mereka alami.
Oleh karena itu, fenomena “no viral no justice” juga termasuk kontrol masyarakat terhadap institusi tersebut.
“Ini bagian dari kontrol masyarakat, pengawasan masyarakat yang dalam konteks negara demokrasi, memang dibutuhkan untuk profesionalitas kepolisian,” tegas Anam.
Anam menyebut, satu-satunya hal yang dapat menjawab tantangan tersebut yakni, seyogianya polisi bekerja dengan profesional dan transparan.
Apresiasi
Meski begitu, Anam mengapresiasi sikap Latif yang pada akhirnya meminta maaf secara terbuka buntut kasus ini.
Permintaan maaf Latif mewakili anggotanya itu disebut sebagai sikap berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab terhadap anak buah.
“Ini langkah yang baik, ini bisa dicontoh oleh banyak yang lain, polda-polda yang lain sehingga memang semakin lama, polisinya semakin profesional dan transparan,” pungkas dia.
Sumber: kompas