Kerugian Negara Imbas Kasus Timah Bertambah setelah Hendry Lie Ditangkap, Capai Rp332,6 Triliun

Kerugian Negara Imbas Kasus Timah Bertambah setelah Hendry Lie Ditangkap, Capai Rp332,6 Triliun

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  -  Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berhasil menangkap tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus tata niaga timah, yakni Hendry Lie.

Bos Sriwijaya Air yang ditangkap pada Senin (18/11/2024) malam itu pun ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan.

Penangkapan Hendry Lie ini ternyata berdampak pada taksiran kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi timah.


Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, kerugian negara akibat kasus timah ini naik menjadi Rp332,6 triliun.


“Akibat perbuatan tersangka Hendry Lie bersama-sama dengan 20 tersangka lainnya yang saat ini dalam proses persidangan, negara dirugikan sebesar Rp 332,6 triliun," kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com, Selasa (19/11/2024).

Sementara itu, sebelumnya Jampidsus Febrie Ardiansyah mengungkapkan kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp 300 triliun. Febrie menyebut ini sebagai real loss.

Hendry Lie menjadi tersangka ke-22 yang terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah IUP pertambangan PT Timah Tbk., 2015-2022.


Akibat perbuatannya, Hendry Lie disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sempat Kabur ke Singapura
Hendry Lie sebelumnya sempat kabur ke Singapura sejak Maret 2024.


Selama di Singapura Hendry menggunakan alasan berobat.

Hal tersebut diketahui berdasarkan informasi dari Otoritas Imigrasi Singapura (Immigration and Customs Authority atu ICA).


Selanjutnya, Kejagung menggandeng pihak imigrasi untuk melakukan penarikan paspor RI atas nama Hendry Lie berdasarkan Surat Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Nomor: IMI.5-GR.03-04-200 tanggal 28 Maret 2024.


Pada 16 April 2024, Hendry Lie ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: TAP-27/F.2/Fd.2/04/2024 setelah dipanggil dengan patut yang bersangkutan tidak pernah hadir. 

Kemudian pada 18 November 2024, tersangka Hendry Lie bisa ditangkap di Bandara Soekarno setelah tiba dari Singapura.



Hendry Lie Balik ke Indonesia Diam-Diam
Hendry Lie diduga hendak melarikan diri lantaran kembali ke Indonesia dari Singapura secara diam-diam.

Abdul Qohar menjelaskan Hendry Lie sebelumnya beralasan bahwa keperluannya di Singapura untuk menjalani masa perawatan penyakit yang ia derita.


Akan tetapi, karena masa berlaku paspor yang ia miliki akan habis 27 November 2024 mendatang, Hendry pun terpaksa balik ke Indonesia hingga akhirnya berhasil ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta.

"Kemudian baru hari inilah kami lakukan penangkapan pada saat yang bersangkutan kembali ke Indonesia secara diam-diam," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Senin (18/11/2024).

Qohar pun menjelaskan bahwa kepulangan Hendry secara diam-diam ke Indonesia diduga untuk menghindari kemarin dari petugas.

Namun, ia memastikan bahwa rencana Hendry itu sudah diantisipasi oleh petugas lantaran gerak-geriknya telah termonitor sebelumnya.

"Ya secara diam-diam dengan harapan, dengan maksudnya menghindari petugas. Tetapi kan saya sampaikan sudah monitor sejak bulan April keberadaannya," katanya.


Peran Hendry Lie

Dalam perkara ini Hendry Lie telah ditetapkan tersangka bersama dengan adiknya, Fandy Lingga pada Jumat (26/4/2024) lalu.

Mereka disebut-sebut berperan membentuk perusahaan-perusahaan boneka.

Perusahaan boneka yang dibentuk Hendry Lie dan Fandy Lingga adalah CV BPR dan CV SMS.


Melalui perusahaan-perusahaan boneka, kakak beradik itu mengkondisikan kegiatan pengambilan timah secara ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.


Tentu saja kegiatan itu dilakukan dengan persetujuan oknum PT Timah.

Kerja sama dengan oknum tersebut pun ditutup rapat dengan kedok penyewaan peralatan processing peleburan timah.

"HL dan FL diduga berperan dalam pengkondisian pembiayaan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah."

"Keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung saat itu Kuntadi, Jumat (26/4/2024

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita