GELORA.CO - Debat publik Pilgub Aceh 2024 yang digelar di The Pade Hotel, Aceh Besar, pada Selasa (19/11/2024) malam, berujung ricuh.
Dikutip dari Serambinews.com, kericuhan berawal ketika pendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Muazkir Manaf-Fadhlullah, naik ke atas panggung saat cagub nomor urut 1, Bustami Hamzah, tengah membacakan visi-misi.
Naiknya pendukung Muazir-Fadhullah ke atas panggung karena kecurigaan adanya alat elektronik yang menyerupai clip-on terpasang di kerah baju yang dipakai Bustami.
"Om Bus (Bustami) jangan gaptek," teriak pendukung paslon nomor urut 2.
Ketegangan yang berujung kericuhan antara kedua pendukung paslon pun tak terhindarkan.
Insiden ini membuat pihak keamanan, panitia, dan kru televisi yang menyiarkan debat secara langsung langsung menghentikan siaran.
Imbas kericuhan tersebut, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh langsung menghentikan debat ketiga tersebut.
Kata Ketua KIP Aceh
Direktur Indikator Jelaskan Hasil Surveinya di Pilkada Jateng Bisa Beda dengan SMRC
Ketua KIP Aceh, Agusni AH, mengungkapkan penggunaan alat elektronik memang tidak diperbolehkan saat debat.
Namun, terkait adanya tuduhan penggunaan alat elektronik oleh salah satu paslon dalam debat kali ini, Agusni mengatakan hal itu akan diselidiki terlebih dahulu oleh Panitia Pengawasan Pemilihan (Panwaslih).
"Sesuai dengan tata tertib setiap alat elektronik yang ada pada paslon tidak dibenarkan untuk digunakan. Dugaan-dugaan itu nanti Panwaslih yang membuktikan," tuturnya, Selasa.
Bustami Sebut Clip-on di Kerahnya untuk Kebutuhan Dokumentasi
Di sisi lain, cagub Aceh nomor urut 1, Bustami Hamzah, menyebut clip-on microphone yang terpasang di kerahnya digunakan untuk keperluan dokumentasi.
Dia juga menilai penggunaan clip-on microphone saat debat tidak melanggar aturan.
"Yang saya gunakan adalah clip-on microphone, alat untuk menangkap dan menjernihkan suara sebagai bagian dari dokumentasi internal kami."
"Penggunaan clip-on ini sama sekali tidak melanggar aturan," jelas Bustami usai debat dihentikan, masih dilansir Serambinews.com.
Dia menambahkan, dalam tata tertib yang telah disepakati dan ditetapkan oleh KIP Aceh, tidak ada larangan penggunaan clip-on.
Bustami juga mengecam pemberhentian debat yang dianggapnya dilakukan secara sepihak oleh KIP Aceh.
Ia menganggap KIP tidak menjalankan tugasnya secara profesional.
Dia juga menduga adanya upaya terstruktur antara KIP dan paslon nomor urut 2 untuk menggagalkan debat tersebut.
"Dalam hal ini, kami menduga kuat bahwa KIP Aceh dan pasangan calon nomor urut 2 bekerja sama membatalkan debat. Keputusan ini sangat tidak beralasan," ujarnya.
Selain itu, Bustami juga mempertanyakan motif dari KIP Aceh terkait pemberhentian debat yang dianggapnya dilakukan sepihak.
Terkait pembatalan debat ketiga, Bustami menuntut agar KIP Aceh segera menggelar ulang debat sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya.
Ia menegaskan, debat merupakan medium penting bagi masyarakat untuk menilai kompetensi para kandidat secara menyeluruh.
"Dari awal, kami meminta tiga kali debat agar masyarakat Aceh bisa memahami visi dan misi setiap pasangan calon. Sebaliknya, pasangan calon 02 hanya ingin satu kali debat."
"Pembatalan debat ini jelas menghilangkan hak masyarakat untuk menilai calon pemimpinnya secara komprehensif," tuturnya.
Bustami menyatakan, jika KIP Aceh tidak melaksanakan debat ulang, pihaknya akan mengambil langkah hukum terhadap seluruh komisioner KIP.
"Jika debat ulang tidak dilakukan, kami akan menempuh upaya hukum terhadap seluruh komisioner KIP Aceh."
"Tindakan ini tidak bisa dibiarkan karena berpotensi mencederai proses demokrasi di Aceh," tegas Bustami.
Selain itu, Bustami juga menduga penghentian debat ketiga ini merupakan bagian dari konspirasi yang telah dirancang sebelumnya.
"Penghentian debat ini diduga kuat merupakan konspirasi bersama antara KIP Aceh dan pasangan calon nomor urut 2."
"Ini bukan insiden mendadak, tetapi sebuah skenario yang sudah disiapkan sejak awal," kata Bustami.
Menurutnya, peristiwa ini menjadi catatan buruk dalam sejarah pemilu di Aceh.
Ia mengingatkan demokrasi harus ditegakkan dengan menjunjung tinggi keadilan dan keterbukaan.
"Kami hanya ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat Aceh. Proses demokrasi yang jujur dan adil adalah hak seluruh rakyat, dan kami akan terus memperjuangkannya," pungkasnya
Sumber: Tribunnews