GELORA.CO - Kepolisian Daerah Sumatera Barat memastikan tersangka Dadang Iskandar (DI), pelaku penembakan terhadap perwira polisi di Kepolisian Resor Solok Selatan pada Jumat (22/11), diproses secara hukum. Korban pada peristiwa itu adalah Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar, yang tewas akibat luka tembak di bagian kepala.
Terkait peristiwa itu, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis, dilihat dari peluru yang ditembakkan sampai sembilan butir, mengindikasikan penembakan itu diwarnai thinking system 1. Sistem berpikir tersebut bisa disetarakan sebagai perilaku impulsif, tanpa persiapan atau pertimbangan yang memadai.
Dia menjelaskan, hal itu boleh jadi didahului ledakan perasaan negatif. Perasaan itu menjadi perilaku kekerasan yang muncul seketika sebagai reaksi atas interaksi yang memanas di TKP.
”Apakah itu terkait beking tambang ilegal? Narasi sedemikian rupa tidak hanya berat bagi AKP DI, tapi juga bagi institusi Polri utamanya Polda Sumbar,” papar dia.
Kesan yang muncul, lanjut dia, adalah manfaat aktivitas beking itu sudah mengalir ke polisi-polisi lain. Itu mengindikasikan selama ini fungsi pengawasan tidak dijalankan, ditambah kode tirai yaitu subkultur menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan sesama sejawat.
Dengan situasi seburuk itu, Reza menegaskan, sebetulnya tidak pas lagi jika yang dipakai adalah sebutan oknum. Sebab, itu penerapan bad apple theory atau teori apel busuk yang justru menurunkan bobot keseriusan kasus penembakan tersebut.
”Jangan-jangan yang tepat adalah rotten barrel theory. Bahwa, penembakan merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang justru telah menyebar luas di dalam organisasi penegakan hukum itu sendiri,” tandas Reza.
”Jadi, sekarang mari gabungkan sisi mikro (thinking system 1) dan sisi makro (rotten barrel theory),” imbuh dia.
Atas dasar kedua sisi itu, Reza menyatakan, tersedia alasan untuk berspekulasi. Yakni, kelak Polri akan mengumumkan bahwa yang terjadi antara AKP DI dan AKP RUA adalah cuma konflik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tambang ilegal.
”Sebatas cekcok atau perselisihan koordinatif antar dua personel yang sama-sama punya ego di jabatannya masing-masing, tanpa pertentangan terkait pengungkapan pidana tambang. Penembakan bukan bentuk obstruction of justice terhadap kerja AKP RUA. Intinya, narasi containment itu dibagun agar kasus ini tidak merembet kemana-mana,” ucap Reza Indragiri Amriel.
Sumber: jawapos