GELORA.CO - Polda Jawa Tengah masih melakukan penyelidikan kasus penembakan polisi ke siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah.
Namun, kini muncul kabar penyebab penembakan tersebut dipicu senggolan motor bukan akibat tawuran maupun aksi gangster.
Menyikapi kabar tersebut, pihak kepolisian pun akan menindaklanjuti informasi tersebut.
"Informasi tersebut masih proses penyelidikan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto di Mapolrestabes Semarang, dikutip dari TribunJateng, ditulis Kamis (27/11/2024).
Meski ada kabar tersebut, Polisi mengaku memiliki bukti rekaman CCTV di lokasi kejadian yang pastinya diperiksa untuk melihat kejadian yang sebenarnya.
"Nanti akan dilakukan penyelidikan dan kroscek dengan saksi-saksi yang ada," kata Artanto.
Ia turut membantah soal anggotanya alami mabuk minuman keras ketika kejadian penembakan.
"Anggota itu mau pulang ke rumah lalu melintas ada kelompok kreak (gangster)," bebernya.
Terkait tindakan Aipda Robig yang berpotensi melanggar prosedur, Artanto mengaku, masih dilakukan penyelidikan oleh Paminal Propam Jateng.
"(menembak di atas motor dan tembakan peringatan) Itu nanti kita sampaikan diproses penyelidikan," ungkapnya.
Sebelumnya, Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang menembak ketiga korban dari SMK N 4 Semarang.
Ketiga korban meliputi GRO (17) meninggal dunia, AD (17) dan SA (16) alami luka tembak di tangan dan dada.
Mereka berdua selamat. Peristiwa ini terjadi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) dini hari.
Ketiga korban dituding sebagai kelompok gangster "Pojok Tanggul" yang melakukan penyerangan ke Aipda Robig ketika mereka tak terima dibubarkan anggota dari Satuan Narkoba itu kala tawuran dengan gangster Seroja.
Warga Kompak Bantah Korban Tergabung Gangster
Ketua RT 4 RW 2 kelurahan Tugu, Aris Widarto membantah SA yang merupakan warganya adalah anggota gangster.
"Dia anggota gangster tidak benar," ujar Aris pada Selasa (26/11/2024).
Menurut dia, SA adalah anak baik. Aktif mengaji dan jarang keluar malam. Dia juga aktif membantu orangtuanya berjualan kerupuk keliling. "Ayahnya sopir ibunya penjual kerupuk," bebernya.
Alibinya itu diperkuat oleh sikap SA di kampungnya yang tidak pernah terlibat kenakalan.
"Tidak pernah terlibat kenakalan di lingkungan sekitar," ungkapnya.
Hal yang sama diungkapkan warga di lingkungan tempat tinggal AD.
Para warga heran AD malah disebut gangster. "Dia bukan kreak atau gangster," kata Ketua RT 6 RW 5 Ngaliyan, M Wakimin.
Wakimini mengatakan, AD tidak pernah terlibat kenakalan remaja di lingkungan sekitar.
Sebaliknya, dia aktif di kegiatan remaja masjid dan perkumpulan warga.
"Saya tidak pernah melihat dan mendapatkan laporan kenakalan dari AD ini. Dia hidup seperti remaja pada umumnya," ungkapnya.
Bentuk Tim Pencari Fakta
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah Zainal Abidin Petir, berencana bakal membentuk tim pencari fakta.
Tim ini dibentuk untuk merespon ketidakpuasan publik terhadap jawaban dari Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar yang menyatakan tiga anak yang ditembak satu di antaranya meninggal dunia karena melawan dan membawa senjata tajam.
"Alasan itu digunakan polisi untuk mengambil tindakan tegas sampai ada korban meninggal dunia," katanya.
Selain itu, tim akan dibentuk karena polisi terkesan menutupi kasus ini.
"Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang," katanya.
Terkait para korban masuk kelompok gangster, pihaknya sudah menelusuri ke sekolah untuk meminta keterangan dari guru dan teman korban.
Fakta di lapangan, ternyata tidak ada catatan kenakalan dari korban selama bersekolah.
Kemudian koordinator Bimbingan Konseling (BK) tidak ada catatan pelanggaran kenakalan dari ketiga korban.
"Teman-teman satu paskibra juga menilai baik. Teman satu kelas menyatakan hal serupa. Akhirnya tudingan korban adalah gangster sangat membuat mereka kaget," bebernya.
Pernyataan tak jauh berbeda diungkapkan oleh ketua RT di masing-masing tempat tinggal korban.
Zainal mengaku, para keluarga korban masih ketakutan sehingga tidak bisa menerima tamu. Dia juga tidak tahu mengapa warga sampai ketakutan.
"Kedua orangtua (SA dan AD) tidak siap ditemui. Katanya supaya surut dulu," katanya.
Meskipun begitu, pihaknya masih akan terus berusaha melakukan pendampingan kepada para korban secara gratis.
"Saya mau bikin surat kuasa saja kesusahan karena identitas korban belum jelas," ujarnya.
Zainal meminta kepada Kapolri supaya mengusut tuntas kasus ini supaya bisa terang benderang.
Begitupun lembaga lainnya seperti Komnas HAM, Komnas Anak, Komisi 3 DPR RI untuk turun ke Semarang mengusut tuntas supaya terkuak apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini.
"Untuk Kapolrestabes Semarang semisal anak buahnya yang salah tidak sesuai SOP ya tolong ditindak tegas. Supaya institusi baik. Ayo cintai Polri dengan cara bersih-bersih institusi polri. Jadi misal ada anggota salah sikat saja," tandasnya.
Sumber: tribunnews