GELORA.CO - Sebanyak 12 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kini masih tertahan di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar. Mereka terjebak dalam situasi yang penuh kekerasan dan eksploitasi.
RD, ayah dari salah satu korban yang berusia 22 tahun, mengungkapkan kondisi anaknya dan 11 WNI lainnya yang kini berada di Myanmar. Menurutnya, anaknya bekerja lebih dari 12 jam setiap hari tanpa upah yang layak dan terkadang dipaksa melakukan sanksi fisik, seperti mengangkat galon selama satu jam jika tidak memenuhi target pekerjaan."Anak saya pernah dipenjara semalam dengan kondisi dilarang tidur, tidak diberi makanan, dan mengalami kekerasan fisik," kata RD kepada wartawan di Jakarta, Minggu (17/11/2024).
Kronologi berawal ketika anak RD mencari pekerjaan melalui media sosial Facebook dan dijanjikan posisi administrasi di sebuah restoran. Setelah diterima, ia dimasukkan ke grup Telegram yang berisi calon pekerja lain. Mereka kemudian dijadwalkan untuk berangkat ke Thailand pada 11 Agustus 2024, namun gagal karena dokumen kerja yang belum lengkap. Setelah mencari penginapan di sekitar Bandara Soekarno Hatta, mereka akhirnya berangkat pada 14 Agustus.
Setibanya di Bangkok, para korban dijemput oleh oknum agensi yang kemudian membawa mereka ke Myanmar. Sejak saat itu, RD kehilangan kontak dengan anaknya selama hampir dua minggu. Anak RD baru bisa menghubunginya lagi pada akhir Agustus melalui ponsel yang dirahasiakan dari perusahaan.
Ketika RD mengetahui kondisi anaknya yang tertekan dan membutuhkan bantuan, ia segera menghubungi KBRI Thailand dan mendapatkan informasi bahwa para WNI tersebut berada di Myawaddy, Myanmar. KBRI Thailand mengonfirmasi bahwa daerah tersebut berada di kawasan konflik dan sulit dijangkau. RD juga melaporkan kasus ini ke KBRI Yangon di Myanmar.
Saat ini, RD bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sedang berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI untuk membebaskan anaknya dan 11 WNI lainnya. Sementara itu, kakak dari korban, yang berinisial H, berharap agar instansi terkait segera membantu pemulangan keluarganya."Kami hanya berharap agar keluarga kami dapat dijemput dan dipulangkan ke Indonesia," ujar H.
Sumber: pantau