GELORA.CO - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bakal membacakan putusan terkait gugatan dari PDIP yang mempersoalkan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari ini, Kamis (10/10/2024).
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, putusan bakal dibacakan pada pukul 13.00 WIB.
"Agenda: pembacaan putusan secara elektronik melalui e-court. Pukul 13.00 WIB sampai selesai," demikian isi dari jadwal sidang putusan.
Adapun gugatan PDIP terhadap KPU terkait penetapan Gibran sebagai cawapres terdaftar dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Nasib Gibran sebagai cawapres pun bakal ditentukan hari ini lantaran salah satu isi gugatan yang diajukan PDIP yakni memerintahkan tergugat, dalam hal ini KPU, untuk mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka.
"Memerintahkan tergugat untuk mencoret pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih berdasarkan suara terbanyak sebagaimana tercantum pada Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 360 Tahun 2024," demikian isi dari salah satu gugatan PDIP.
PDIP Optimis Hakim PTUN Kabulkan Gugatan
Politisi PDIP, Mohamad Guntur Romli, meyakini gugatan partainya terkait penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Guntur mengungkapkan keyakinannya tersebut berdasarkan dalil dan bukti yang diajukan dalam gugatan yang menurutnya sudah kuat.
"Kami yakin PTUN akan menerima gugatan PDI Perjuangan karena dalil dan bukti yang kami sampaikan sangat kuat," ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (9/10/2024).
Guntur menjelaskan, dalil yang menurutnya kuat adalah adanya pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Sekilas informasi, pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK diputuskan oleh MKMK buntut putusan MK Nomor 90 terkait perubahan batas usia capres-cawapres pada Oktober 2023 lalu.
MKMK menilai, dalam terbitnya putusan tersebut, Anwar Usman dianggap melakukan pelanggaran kode etik berat.
Lalu, dalil lain yang memperkuat keyakinan Guntur gugatan PDIP akan dikabulkan adalah, belum adanya perubahan Peraturan KPU (PKPU) setelah adanya putusan MK terkait perubahan batas usia capres-cawapres.
Dia mengungkapkan, ketika PKPU belum diubah, KPU justru sudah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres untuk berkontestasi di Pilpres 2024.
"Putusan MK ada cacat etika, Ketua MK, paman Gibran terbukti melanggar dan dicopot sebagai Ketua MK dan PKPU yang belum diubah tetapi pencawapresan Gibran sudah diterima," jelasnya.
Lalu, ketika ditanya apa yang bakal terjadi jika PTUN tidak mengabulkan gugatan PDIP, Guntur mengatakan akan memantik kemarahan publik.
"Kalau PTUN tidak menerima gugatan PDI Perjuangan hanya akan memantik kemarahan publik pada Gibran," tegasnya.
Di sisi lain, Guntur mengatakan sebenarnya PDIP menerima terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden dan dilantik pada 20 Oktober 2024.
Namun, dia menegaskan partainya tidak bisa menerima terpilihnya Gibran karena dianggap adanya pelanggaran etika dan prosedur administrasi.
"PDIP Perjuangan menerima Prabowo sebagai presiden terpilih yang akan segera dilantik, tapi tidak dengan Gibran."
"Kami juga menegaskan agar Jokowi tidak cawe-cawe dalam pemerintahan Prabowo," pungkasnya.
Dampak yang Terjadi jika PTUN Kabulkan Gugatan PDIP
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD pun membeberkan konsekuensi yang bakal terjadi jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP terkait pencawapresan Gibran oleh KPU.
Awalnya, Mahfud mengaku pesimis PTUN bakal mengabulkan gugatan dari PDIP tersebut.
Hal tersebut lantaran penegakan hukum di Indonesia, menurutnya, tidak bisa diandalkan.
"Konsekuensi ketatanegaraan, menurut saya, saya disclaimer dulu agak pesimis bahwa kita percaya pada hukum berpengadilan sekarang ini pesimis mau melakukan seperti itu (PTUN mengabulkan gugatan PDIP)," ujarnya dalam siniar atau podcast di kanal YouTube Abraham Samad, dikutip pada Senin (7/10/2024).
Kendati pesimis, Mahfud mengatakan gugatan ini adalah bentuk perjuangan dari partai berlambang banteng tersebut.
Selanjutnya, Mahfud membeberkan terkait konsekuensi ketatanegaraan jika gugatan PDIP dikabulkan PTUN sehingga Gibran batal dilantik menjadi Wakil Presiden (Wapres) RI.
Mahfud mengatakan, jika pendukung Gibran tak mempermasalahkan apabila gugatan PDIP dikabulkan PTUN, maka Presiden terpilih, Prabowo Subianto bisa memilih dua orang untuk menggantikan wakilnya tersebut.
Hal tersebut, kata Mahfud, memang diatur dalam konstitusi.
"Kalau (pendukung Gibran) mau baik-baik aja, kan gampang. Ya, dilantik Pak Prabowo lalu sesudah itu Pak Prabowo diberi kewenangan, sesuai kewenangan konstitusi, memilih dua orang siapapun yang mau dia pilih dari kekuatan politik," jelasnya.
Setelah itu, sambung Mahfud, dua orang yang sudah dipilih oleh Prabowo itu diajukan ke MPR untuk ditentukan wapres pengganti Gibran.
Di sisi lain, Mahfud mengatakan jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP dan Gibran mengajukan banding, maka putra sulung Presiden Jokowi tersebut tetap bisa dilantik menjadi Wapres RI.
Pasalnya, putusan PTUN tidak bisa membatalkan pelantikan Gibran menjadi Wapres RI dan berujung belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht buntut banding dari Gibran jika mengajukan.
"Kalau putusan PTUN itu kan tidak menunda pelaksanaan itunya (pelantikan Gibran). Kalau misalnya belum inkracht, ya masih di ini dulu (Gibran tetap dilantik -red)."
"Kecuali nanti inkracht-nya sesudah dilantik, di tingkat Mahkamah Agung, baru diproses bahwa (penetapan Gibran menjadi cawapres) salah," jelas Mahfud.
Sementara, menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, tak ada dampak terhadap sistem ketatanegaraan yang terjadi jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres.
Mulanya, Feri menjelaskan jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP, Gibran otomatis tidak bakal dilantik menjadi Wakil Presiden (Wapres) RI pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Pasalnya, kata Feri, putusan PTUN bersifat berkekuatan hukum tetap.
"Konsekuensinya, ya karena putusan pengadilan, ya wajib dijalankan dan tentu dia tidak akan dilantik karena putusan pengadilan tentu berkekuatan tetap dulu sebenarnya," kata Feri dalam siniar atau podcast di kanal YouTube Abraham Samad seperti dikutip pada Rabu (9/10/2024).
Senada dengan Mahfud, Feri juga mengatakan Gibran bisa tetap dilantik jika putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mengajukan banding.
Namun, jika tidak mengajukan banding, Gibran dipastikan gagal dilantik menjadi orang nomor dua di Indonesia mendampingi Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Feri mengatakan apabila Gibran tidak dilantik, maka tidak akan mempengaruhi ketatanegaraan tanah air.
Pasalnya, sistem ketatanegaraan Indonesia sudah memiliki perangkat untuk menghadapi peristiwa tak terduga.
Feri menilai tidak dilantiknya Gibran hanya menimbulkan guncangan politik saja.
"Apakah menimbulkan problem ketatanegaraan? Tidak juga. Ada suasana guncangan secara politik, pasti ada, wong Wakil Presiden terpilih tidak jadi dilantik."
"Tapi apakah dampaknya akan luas? Saya pikir tidak. Sebab, seluruh rancang bangun ketatanegaraan sudah disiapkan dengan hal-hal yang tak terduga sekalipun," tegasnya.
Di sisi lain, Feri juga menjelaskan jika Gibran tidak jadi dilantik buntut putusan PTUN, Prabowo tetap bisa dilantik.
Prabowo, kata Feri, bakal memilih dua nama untuk menggantikan Gibran dan diserahkan ke MPR untuk dipilih salah satunya.
"Presiden akan dilantik dan Wakil Presiden tidak, kan gitu. Apa konsekuensi ketatanegaraannya? Presiden yang dilantik akan menentukan dua nama yang akan dipilih sebagai Wakil Presiden di Majelis Permusyawaratan Rakyat."
"Dalam waktu 30 hari, harus ada pilihan baru untuk Wakil Presiden baru," katanya
Sumber: Tribunnews