Pakar Hukum UGM: Bukti Jaksa Penuntut Umum Tidak Kuat dalam Kasus Mardani H Maming

Pakar Hukum UGM: Bukti Jaksa Penuntut Umum Tidak Kuat dalam Kasus Mardani H Maming

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Pakar Hukum UGM: Bukti Jaksa Penuntut Umum Tidak Kuat dalam Kasus Mardani H Maming

GELORA.CO - 
Kasus hukum yang menimpa mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel), Mardani H Maming terus menjadi pembicaraan publik.

Hal ini terjadi karena para ahli hukum di Indonesia berpendapat penegakan hukum tindak pidana korupsi dalam kasus Mardani H Maming lebih cenderung pada “presumption of corruption” atau praduga korupsi yang berlebihan dalam sistem peradilan Indonesia.

Sebagaimana diketahui Mardani H Maming divonis bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan.

Namun, dasar hukum putusan tersebut dipertanyakan sejumlah pakar hukum di Indonesia.

Beberapa waktu lalu, sejumlah pakar hukum dan akademisi dari Universitas Padjajaran Bandung dan Universitas Islam Indonesia menyebutkan ada kekeliruan dalam putusan tersebut.

Belakangan, Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Dr Hendry Julian Noor S.H., M.Kn dan tim Hukum UGM juga menyebutkan bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

Salah satu poin penting yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Menurut Hendry, tindakan Mardani H Maming masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.

"Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi," ujarnya saat memberi keterangan ahli terkait kekeliruan dan kekhilafan yang nyata hakim dalam mengadili perkara Mardani H Maming.

"Terdapat kecenderungan untuk menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya," tambahnya.

Prinsip Hukum


Keterangan ahli lain, juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum yang berlaku, seperti asas praduga tidak bersalah.

"Dalam kasus ini, tampaknya berlaku prinsip praduga bersalah. Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," kata Karina Dwi Nugrahati Putri.

Kondisi ini, menurut para ahli, merupakan dampak negatif dari upaya pemerintah memberantas korupsi secara agresif tanpa didukung oleh sistem pengawasan yang memadai.

"Kebijakan politik yang terlalu fokus pada penindakan tanpa memperhatikan aspek hukum dan keadilan dapat berujung pada kesalahan penuntutan," tegasnya.

Catatan terhadap kekeliruan ini juga muncul dari Akademisi Antikorupsi Universitas Padjadjaran (Unpad) bersepakat desak pembebasan Mardani H Maming demi kembalikan martabat hukum Indonesia.

Desakan itu muncul dari pernyataan sikap yang disampaikan akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung.

Tim Anotasi Fakultas Hukum Unpad mempresentasikan kajian mengenai kasus yang menimpa Mardani H Maming di Auditorium Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Padajaran, Bandung., Jumat (18/10/2024).

Para akademisi yang mempresentasikan anotasi itu adalah Dr. Sigid Suseno,S.H,M.Hum, Dr. Somawijaya, S.H.,M.H, Dr. Elis Rusmiati, S.H.,M.H, Dr. Erika Magdalena Chandra, S.H.,M.H, Budi Arta Atmaja, S.H.,M.H, dan Septo Ahady Atmasasmita, S.H,L.L.

Pendapat serupa juga muncul dari Akademisi Antikorupsi Universitas Islam Indonesia (UII) mendesak agar Mardani H Maming segera dibebaskan.

Desakan itu mencuat setelah adanya eksaminasi putusan hakim dan temuan adanya kekhilafan dan kesalahan hakim saat memberikan vonis.

Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII, Dr Mahrus Ali, menyampaikan itu melalui rilis pada Selasa (22/10/2024).

Menurutnya, Mardani H Maming tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan sehingga harus dibebaskan demi hukum dan keadilan.***

Sumber: victorynews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita