GELORA.CO - Gambaran dari kamp yang terbakar dengan orang-orang yang terjebak dalam kobaran api menimbulkan kecaman di seluruh dunia, menambah daftar panjang kekejaman yang dilakukan oleh tentara Israel dalam serangan genosida yang sedang berlangsung di Jalur Gaza sejak Oktober lalu.
Salah satu korbannya adalah Shaban Al-Dalou, berusia 19 tahun. Ia seorang pemuda tampan, mahasiswa teknik perangkat lunak di Universitas Al-Azhar di Jalur Gaza yang juga merupakan hafiz alias penghafal Alquran.
Rekaman setelah kejadian menunjukkan Shaban yang akan berusia 20 tahun pada Rabu, berbaring telentang di tengah puing-puing yang terbakar dan melambaikan tangannya saat api berkobar di sekelilingnya. Tiga orang lainnya syahid, termasuk ibu Dalou, Ala'a Abdel Nasser al-Dalou (37 tahun).
Mengungsi sebanyak lima kali sejak Oktober tahun lalu, Shaban tinggal di tenda bersama orang tua dan empat saudara kandungnya di halaman Rumah Sakit Syuhada al-Aqsa di Deir al-Balah di Gaza Utara.
Shaban juga merawat saudara-saudaranya. Sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari ilmu komputer, ia memposting video di media sosial yang menceritakan kisah pengungsian keluarganya dan mimpinya untuk meninggalkan Gaza. Dalam sebuah video yang diunggah pada bulan Maret, yang diambil dari tenda mereka di halaman rumah sakit, ia mengatakan bahwa keluarganya meninggalkan rumah mereka di lingkungan Rimal, Kota Gaza, tepat setelah serangan dimulai pada bulan Oktober tahun lalu.
Sejak itu, katanya, mereka telah berpindah sebanyak lima kali untuk menghindari pertempuran. “Kami hidup dalam situasi yang sangat sulit,” katanya dalam video tersebut. Dia meluncurkan penggalangan dana online dengan harapan menghasilkan cukup uang untuk membawa keluarganya ke Mesir. Pada Rabu, mereka telah mengumpulkan lebih dari 24.200 dolar AS – meskipun tidak ada yang bisa meninggalkan Gaza sejak pasukan Israel merebut persimpangan dengan Mesir pada bulan Mei.
“Saya dulu punya mimpi besar, tapi perang telah menghancurkannya,” tulisnya di halaman GoFundMe miliknya. “Waktu terasa seperti berhenti di Gaza, dan kami terjebak dalam mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.”
Kemudian tiba Ahad, 13 Oktober, ketika pesawat tempur Israel menyerang, membakar tenda yang menampung keluarganya dan tenda beberapa keluarga lainnya di kamp yang penuh sesak saat mereka sedang tidur. "Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya. Saya melihat abangi saya terbakar di depan saya dan ibu saya terbakar," kata adik laki-laki Dalou, Muhammad (17), yang mengatakan dia berlari keluar tenda ketika mendengar ledakan tersebut.
Adegan awal difilmkan oleh beberapa saksi dalam video yang diunggah dan muncul di seluruh dunia dalam laporan berita. Reuters dapat memverifikasi waktu dan lokasi dua video kejadian tersebut dengan mencocokkan struktur, puing-puing, dan bangku.
“Saya mendengar suara bom, saya melihat keluar dan melihat asap sangat hitam di samping tenda kami,” kata Muhammad al-Dalou, berbicara kepada Reuters di lokasi serangan di Deir al-Balah, di mana tanah hangus dan puing-puing berserakan di antara tenda-tenda yang masih berdiri.
Dia berlari keluar tenda dan melihat ayahnya menarik keluar adik-adiknya. Kemudian dia melihat Shaban terbakar. Muhammad mencoba menjangkau Shaban, tetapi orang-orang menahannya.
Bibi Dalou, Karbahan al-Dalou dan keluarganya juga ada di sana. “Saya tiba-tiba terbangun karena api menyala ke arah saya dan anak-anak saya,” katanya.
Dia melihat keponakan dan adik iparnya terbakar dan melambaikan tangan. “Saya tidak bisa menjelaskan kepada Anda betapa menakutkannya hal itu,” katanya di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis tempat keluarganya dibawa setelah kebakaran.
Syahidnya Shaban memicu reaksi meluas di segala penjuru dunia. “Namanya Shaaban. Ia dicintai oleh keluarga dan teman-temannya, seorang penghafal Alquran. Namanya diambil dari bulan yang dalam tradisi Islam disebut sebagai bulan yang terlupakan. Jangan sampai dia dilupakan,” kata Dr Omar Suleiman, seorang sarjana dan aktivis Amerika di X.
Aktivis dan legenda musik rock, Roger Waters, juga memposting di X. “Saya baru saja menonton video pemuda yang terbakar di dalam tenda… Israel adalah negara pelaku genosida yang sangat menjijikkan,” katanya.
Dalam pesan yang kuat kepada para pemain sepak bola Eropa, salah satu pendiri Pink Floyd mendesak mereka memboikot bertanding dengan Israel pada helatan Liga Negara-Negara Eropa. “Jika Anda seorang pesepakbola dan bermain di liga negara-negara Eropa dan Anda berjalan ke lapangan sepak bola bersama siapapun dari Israel termasuk seluruh tim nasional, Anda terlibat dalam pembunuhan pemuda yang terbakar di tendanya!”
Kepada bangsa Palestina, dia berkata: “Saya minta maaf.”
Kronologi kebakaran...
Seorang jurnalis yang dikontrak oleh Reuters yang tiba di tempat kejadian kemudian memfilmkan seorang petugas penyelamat mengangkat tubuh hangus Dalou yang terbungkus selimut.
Militer Israel mengeklaim pihaknya telah "melakukan serangan tepat terhadap teroris yang beroperasi di dalam pusat komando dan kendali di area tempat parkir" di sebelah rumah sakit.
"Tak lama setelah serangan, kebakaran terjadi di tempat parkir rumah sakit, kemungkinan besar disebabkan oleh ledakan susulan. Insiden ini sedang ditinjau. Rumah sakit dan fungsinya tidak terpengaruh akibat serangan tersebut," tambahnya.
Hamas membantah menggunakan rumah sakit untuk tujuan militer. Para pejabat Israel belum mengatakan apa yang mungkin menyebabkan ledakan susulan yang menyulut tenda-tenda tersebut.
Dalam salah satu video yang diulas Reuters, serangkaian lebih dari 20 ledakan kecil terdengar di tengah kebakaran, serta dua ledakan kecil yang menimbulkan percikan api beterbangan. Seorang petugas medis di rumah sakit mengatakan kepada Reuters bahwa ledakan tersebut disebabkan oleh ledakan tabung gas untuk memasak.
Selama perang, militer telah berulang kali menggerebek rumah sakit dan menyerang tempat penampungan yang ramai serta tenda kamp, dengan tuduhan bahwa pejuang Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai tempat melancarkan serangan, tanpa menunjukkan bukti.
Serangan pada Senin membawa kekacauan di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa, ketika petugas pemadam kebakaran dan pengungsi berusaha berjam-jam untuk memadamkan api, menggunakan alat pemadam api kecil dan ember berisi air. Beberapa ledakan susulan terjadi, namun penyebabnya tidak diketahui. Halamannya dibiarkan tertutup puing-puing gudang dan tenda yang terbakar habis, terbuat dari kayu dan lembaran plastik, serta barang-barang milik orang di dalamnya.
“Ini adalah pemandangan yang menghancurkan. Tenda terbakar saat orang-orang sedang tidur,” kata Eliza Sabatini, perawat Doctors Without Borders yang bekerja di rumah sakit tersebut dilansir the Associated Press.
Lebih dari 60 orang, termasuk 10 anak-anak dan 8 wanita, terluka, sebagian besar menderita luka bakar parah. Seorang pria terisak-isak sambil menggendong seorang balita dengan kepala diperban. Seorang anak kecil lainnya dengan kaki yang diperban diberi transfusi darah di lantai Rumah Sakit Nasser yang penuh sesak di Gaza selatan, di mana banyak orang yang terluka dilarikan.
Sumber: republika