GELORA.CO - Kelompok Kristen Korea Selatan menggelar aksi protes keputusan pengadilan soal hak pasangan sesama jenis di negara itu. Aksi protes itu berkaitan dengan pasangan sesama jenis yang bisa menerima asuransi kesehatan negara.
Juru bicara penyelenggara, Kim Jeong-hee, mengatakan putusan itu inkonstitusional karena pernikahan sesama jenis belum dilegalkan di negara itu.
"Saya pikir itu hanya akan menjadi titik awal bagi kebijakan legalisasi pernikahan sesama jenis," kata Kim, dilansir Yonhap News, Senin (28/10/2024).
"Kami melihat ini bukan hanya sebagai masalah Kristen, tetapi sebagai krisis besar yang menggucang fondasi negara kita," tambahnya.
Aksi protes itu diikuti oleh sedikitnya 230.000 orang, yang disebut mengganggu lalu lintas di beberapa jalan utama di pusat kota Seoul. Namun pihak penyelenggara mengklaim acara protes berbalut kebaktian itu dihadiri oleh 1,1 juta orang.
Mahkamah Agung pada bulan Juli menguatkan putusan pengadilan tinggi yang menyatakan bahwa pasangan sesama jenis berhak atas tunjangan pasangan dari Layanan Asuransi Kesehatan Nasional. Langkah ini mendapat pujian lantaran disebut sebagai kemenangan hak LGBTQ di negara yang tertinggal dari negara lain di kawasan tersebut.
Pengadilan telah mengatakan bahwa tanpa klausul dalam undang-undang asuransi kesehatan nasional yang merujuk pada persatuan sesama jenis, penolakan manfaat bagi orang-orang tersebut merupakan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.
Berdasarkan foto-foto yang beredar, sejumlah orang memegang spanduk bertuliskan 'menentang undang-undang antidiskriminasi' dan 'melindungi anak-anak kita dari pencemaran gender, kebingungan gender, dan penghancuran pemisah gender'.
Sebuah koalisi yang terdiri dari ratusan aktivis LGBTQ dan organisasi Katolik dan Anglikan mengeluarkan pernyataan yang mengkritik kebaktian bersama tersebut sebagai tindakan yang menyangkal nilai-nilai inklusivitas, keberagaman, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta upaya untuk melanggar hak asasi manusia minoritas atas nama mayoritas.
Sumber: era