GELORA.CO - Israel mengumumkan pada Kamis bahwa mereka telah membunuh Yahya Sinwar, pemimpin tertinggi Hamas, yang disebut sebagai dalang di balik serangan mematikan 7 Oktober 2023.
Dalam pernyataannya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut kematian Sinwar sebagai "pukulan berat" bagi Hamas, kelompok Palestina yang telah mereka hadapi lebih dari setahun.
Militer Israel mengatakan bahwa "setelah pengejaran selama setahun", pasukan mereka berhasil "menghabisi Yahya Sinwar, pemimpin organisasi teroris Hamas" dalam operasi di Jalur Gaza selatan pada Rabu (17/10/2024). Meski begitu, pihak Hamas belum mengkonfirmasi kematian Sinwar.
"Ini adalah hari yang berat bagi kejahatan," ujar Netanyahu, dilansir AFP. Meski perang belum berakhir, Netanyahu mengatakan kematian Sinwar merupakan "tonggak penting dalam kemunduran kekuasaan jahat Hamas."
Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz juga menyatakan bahwa Sinwar adalah "pembunuh massal... bertanggung jawab atas pembantaian dan kekejaman pada 7 Oktober."
Israel menuduh Sinwar sebagai otak di balik serangan paling mematikan dalam sejarah Israel dan telah memburunya sejak perang Gaza dimulai. Setelah naik melalui jajaran Hamas, Sinwar menjadi pemimpin Gaza, dan kemudian menjadi kepala utama Hamas setelah pemimpin politik Ismail Haniyeh tewas pada Juli.
Pengumuman Israel mengenai Sinwar terjadi beberapa minggu setelah mereka melakukan serangan besar-besaran di Lebanon yang menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah komandan militan yang didukung Iran juga telah dibunuh oleh Israel.
Kematian Sinwar dapat menjadi pukulan besar bagi Hamas, terutama setelah kelompok tersebut mengalami pelemahan besar akibat perang yang telah berlangsung lebih dari setahun.
Presiden AS Joe Biden, yang pemerintahannya adalah penyedia senjata utama Israel, menyambut baik berita tersebut. "Ini adalah hari baik untuk Israel, Amerika Serikat, dan dunia," kata Biden. Dia menambahkan bahwa ada "kesempatan untuk 'hari setelah' di Gaza tanpa Hamas berkuasa."
Seruan Pembebasan Sandera
Panglima militer Israel Herzi Halevi mengatakan bahwa mereka tengah "menghitung dendam dengan Sinwar, yang bertanggung jawab atas hari yang sangat sulit setahun lalu." Halevi menegaskan bahwa Israel akan terus berperang hingga "semua teroris yang terlibat dalam pembantaian 7 Oktober tertangkap dan semua sandera dipulangkan."
Israel sebelumnya mengonfirmasi bahwa mereka tengah memverifikasi apakah Sinwar termasuk di antara tiga militan yang tewas dalam operasi di Gaza. Tes DNA telah dilakukan oleh pihak keamanan Israel.
Setelah serangan Hamas 7 Oktober, Netanyahu berjanji akan menghancurkan Hamas dan memulangkan semua 251 sandera yang ditawan oleh militan. Hingga saat ini, 97 orang masih berada di Gaza, termasuk 34 yang dinyatakan tewas oleh pejabat Israel.
Sejumlah kelompok, termasuk Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, mendesak pemerintah Israel dan mediator internasional untuk memanfaatkan "pencapaian besar" ini guna mengamankan kembalinya para sandera.
Perang Multi-Front
Selain di Gaza, Israel juga memperluas operasinya ke Lebanon, di mana Hizbullah, sekutu Hamas, telah membuka front melawan Israel dengan meluncurkan serangan lintas batas. Serangan tersebut memaksa puluhan ribu warga Israel untuk mengungsi dari rumah mereka.
Pada Kamis, Israel meluncurkan serangan di kota Tyre, Lebanon selatan, yang merupakan basis utama Hizbullah dan sekutunya. Militer Israel melaporkan bahwa lima tentara mereka tewas dalam pertempuran di Lebanon selatan, sehingga jumlah total kematian pasukan mencapai 19 sejak serangan dimulai bulan lalu.
Di Lebanon, perang ini telah menewaskan sedikitnya 1.418 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan data dari kementerian kesehatan Lebanon. Namun, jumlah korban sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Israel juga mengeluarkan peringatan evakuasi untuk warga sipil di sebagian wilayah Lembah Bekaa di Lebanon timur, yang menjadi basis kuat Hizbullah.
Selain itu, serangan udara Israel di Jabalia, Gaza utara, dilaporkan telah menewaskan setidaknya 14 orang di sebuah sekolah yang menampung pengungsi.
Ketika operasi di Gaza makin intens, kepala hak asasi manusia PBB Volker Turk memperingatkan bahwa setiap "pemindahan paksa skala besar" dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Sumber: cnbcindonesia