Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Saat ini Joko Widodo atau siapapun nama asli dan asal garis keturunan sebenarnya, yang pastinya sosok bekas Presiden 2 (dua) periode 2014-2024 yang tinggal menghitung hari, jam lalu menit, lalu bakal detik. Dan nampak nyata-nyata saat ini diberbagai artikel di media warta dan mayoritas media sosial, Jokowi tengah dihujani caci maki serendah-rendahnya seorang pemimpin yang masih berkuasa.
Puluhan dusta dan pola kepemimpinannya (attitude leadership) yang "tidak logis" selama Ia berkuasa, akan terukir abadi dibenak bangsa ini, segala kegagalan serta kerugian negara menyangkut program perpindahan IKN (dari Jakarta ke Kaltim), berikut semua program kebijakannya yang aneh-aneh, termasuk jika Jokowi bakal diberikan tanda tanda jasa/penghormatan, maka rencana tersebut diyakini akan menjadi masalah besar, dan jika bertemu di manapun, publik akan mencemooh dan menistakan dan bisa jadi meludahi mukanya, karena emosi tak terkendali, mengingat dan juga merasakan dampak perilakunya yang sering berlaku "suka-suka" atau otoritarian selama dirinya berkuasa serta diyakini sejarah tingkah laku Jokowi akan terus dipermasalahkan pada setiap era bergulirnya kepemimpinan.
Isu penting lainnya adalah mengenai diskresi politik Jokowi, diantaranya Kepres No. 17 Tahun 2022 Tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat masa lalu atau TIM PPHAM. dan Inpres RI. No. 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Kepres No.17 Tahun 2022.
Subtansi Kepres dan Inpres ini, merupakan entitas hukum yang bisa ditafsirkan bahwa anggota Partai PKI dan simpatisannya justru merupakan korban pada peristiwa G 30 S. PKI. Sehingga terhadap keluarga dan keturunannya mesti diberikan ganti rugi oleh pemerintahan NRI.
Sehingga terhadap diskresi politik Jokowi (Kepres dan Inpres) ini akan terus mendapat desakan publik untuk dicabut, karena selain Jokowi menipu sejarah peristiwa G.30 S. PKI 1965. juga mengangkangi sistim hukum di NRI. (TAP. MPR RI No. 25 Tahun 1966 dan UU. RI. No. 27 Tahun 1999 Tentang Hukum Pidana), yang isinya membubarkan PKI dan melarang penyebaran paham komunis.
Maka gejala-gejala eskalasi politik tanah air, paska Jokowi lengser 20 Oktober 2024 akan semakin banyak suara tuntutan publik, "proses dan adili Jokowi".
Bahkan tuntutan adili Jokowi bakal menjadi isu penting sebagai alat bargaining politik dari banyak kelompok dan berbagai golongan bangsa ini, kasus yang melibatkan Jokowi dan Kroni akan lebih memanas di setiap event diskusi (dialog) menjelang pemilu pilpres, diantara isu tuntutan utamanya capres yang minta didukung akan dituntut barter suara dengan kesiapan untuk adili Jokowi atas tuduhan menggunakan ijasah palsu dari UGM.
Terhadap semua tuntutan, sebagai NRI yang berdasarkan rule of law, justru idealnya hal adili Jokowi seharusnya tanpa perlu ada desakan dari publik, karena penggunaan ijazah palsu oleh presiden sama dengan menipu seluruh bangsa, juga menghinakan seluruh lembaga negara yang ada di tanah air serta eksistensinya merendahkan moralitas (presiden) yang sedang berkuasa terlebih tuduhan "ijasah palsu" telah menjadikan orang dipenjara.