Upah Pekerja Dipotong untuk Dana Pensiun, Serikat Buruh: Oke, Asal Perusahaan yang Bayar Preminya

Upah Pekerja Dipotong untuk Dana Pensiun, Serikat Buruh: Oke, Asal Perusahaan yang Bayar Preminya

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Serikat buruh di Jawa Barat tidak menolak rencana pemerintah yang akan kembali memotong gaji pekerja untuk program pensiun wajib pekerja asal premi atau iuran tersebut bukan buruh yang bayar, tapi perusahaan tempat mereka bekerja.

Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar, Dadan Sudiana, mengatakan, pemotongan upah buruh untuk program pensiun wajib pekerja hanya akan menambah jumlah potongan penghasilan para pekerja yang saat ini sudah amat banyak dan jadi beban para buruh.

"Kalau yang dipotong nantinya tidak berasal dari upah pekerja, preminya dibayar perusahaan, ya enggak masalah, bagus. Tapi kalau preminya masih saja memotong upah pekerja kan sudah ada jaminan pensiun dari BPJS," ujar Dadan saat dihubungi, Minggu (8/9/2024).

Seperti diketahui, pemerintah sedang menyiapkan sebuah peraturan pemerintah (PP) untuk program pensiun wajib pekerja.


PP tersebut akan menjadi aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), sehingga bakal ada program pensiun tambahan yang nantinya bersifat wajib.


Ia mengatakan, pihaknya akan setuju jika dalam aturan tersebut preminya dibayar perusahaan dan pemerintah yang melibatkan lembaga keuangan khusus dana pensiun. Sedangkan jika tetap dibebankan ke pekerja, tentu akan menolak.

Kalangan buruh, kata dia, tidak akan setuju jika gaji dipotong karena upah di Indonesia masih relatif kecil dan dihitung kebutuhan hidup layak, sedangkan buruh tentu memiliki tanggungan keluarga dan lain-lain.

"Kebutuhan kita juga masih belum sesuai dengan upah dan upah kita masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Makanya kalau masih ada pemotongan lagi ya kasihan, buat kebutuhan sehari-hari juga enggak cukup," kata Dadan.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto, mengatakan, terkait hal itu sebetulnya buruh sudah banyak pemotongan, seperti dana pensiun dan jaminan hari tua. Semuanya itu dipotong dari upah.


"Kalau yang sekarang dibebankan lagi kepada buruh tentu buruh akan menolak karena sudah terlalu banyak potongan. Apalagi kalau Tapera jadi dipotong juga, saya kira ini akan memberatkan buruh," ucap Roy.


Menurutnya, aturan soal program pensiun bagi pekerja tersebut tentu sangat memberatkan kalangan buruh. Sehingga jika aturan itu diterapkan, seharusnya ditanggung oleh perusahaan, bukan oleh para pekerja.

"Tapi kalau larinya bahwa itu (dana pensiun) buruh yang menanggung, pasti kita menolak," katanya.

Batas Gaji Pekerja Masih Dihitung Akan Dicantumkan di PP

Soal aturan dana pensiun wajib bagi pekerja, ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pengaturan batas gaji pekerja yang akan dikenakan program pensiun tambahan masih menunggu peraturan pemerintah (PP).

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, OJK hanya sekadar menjadi pengawas harmonisasi program pensiun yang diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Jadi isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP nya belum diterbitkan,” kata Ogi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2024, di Jakarta, Jumat, 6 September 2024.

Ogi menuturkan rencana program pensiun tambahan ini merupakan amanat UU P2SK.


Mengacu pada pasal 189 ayat 4, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang nanti akan diatur di dalam peraturan pemerintah.

Ogi bilang, amanat dalam undang-undang P2SK tersebut ketentuannya harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ogi menilai rencana yang akan melibatkan pekerja dengan penghasilan tertentu ini akan meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Meski begitu, OJK akan tetap menunggu PP terbit terlebih dahulu untuk menindaklanjuti rencana ini.

“Maka kami masih menunggu mengenai bentuk dari PP terkait harmonisasi program pensiun. Kami belum bersikap lebih lanjut sebelum PP itu diterbitkan,” imbuhnya seperti dikutip Kontan.

Sudah ada sejumlah program pensiun yang saat ini sudah berjalan seperti Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan serta Program Pensiun oleh PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero).

Namun, OJK mencatat, manfaat yang diterima oleh pensiunan di Indonesia saat ini relatif kecil yaitu hanya di kisaran 10 persen-15 persen dari penghasilan terakhir saat menjadi pekerja aktif.

Dengan begitu, masih ada gap yang perlu dikejar untuk memenuhi standar Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja sebelum pensiun

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita