GELORA.CO - Humanity United Project Indonesia (HUPI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) membahas isu kompleks mengenai konflik Uighur. Kegiatan ini berlangsung di Jakarta pada Senin, 2 September 2024 lalu.
Uighur merupakan penduduk asli daerah Otonom Uighur Xinjiang di China Barat Laut. Mereka adalah satu dari 55 etnis minoritas yang diakui di China.
Direktur HUPI, Hotmartua Simanjuntak mengatakan, acara ini bertujuan untuk memisahkan fakta dari opini, sehingga masyarakat dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang situasi di Xinjiang, China.
"Kami tidak berpihak pada satu pihak manapun, melainkan berdiri di atas landasan kemanusiaan dan aktivisme pemuda," jelas Hotmartua dalam siaran pers kepada VIVA Rabu, 4 September 2024.
Dia mengatakan, sebagai bangsa dengan kebijakan luar negeri yang bebas aktif, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan di tingkat global.
Hal ini, kata dia, sejalan dengan amanat undang-undang dasar bahwa penjajahan harus dihapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Pada sila kedua juga menegaskan kewajiban kita untuk menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab,” kata dia.
“Kami ingin berkontribusi memberikan sudut pandang yang berbeda atas perhatian terhadap isu-isu internasional tanpa harus melewati koridor-koridor, setidaknya dengan dasar undang-undang 1945 dan Pancasila,” sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Uighur Human Rights Project (UHRP), Omer Kanat mengungkapkan bahwa pemerintah Cina telah melakukan upaya sistematis untuk menghapus identitas Islam di Xinjiang.
Dia mengungkap, saat ini Penggunaan nama Muhammad dan simbol-simbol keislaman telah dihancurkan secara sistematis oleh pemerintah China.
“Lebih dari 1.000 masjid telah dirusak, dan isu terorisme digunakan untuk melegitimasi penghancuran gerakan Uighur,” ungkap Omer Kanat.
Di sisi lain, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI MPO), Mahfud Khanafi dari PB HMI MPO menyorot soal keterbatasan Indonesia dalam merespons isu ini akibat memiliki hubungan diplomatik dengan China.
“Saya berharap agar organisasi Islam lainnya terus memperkuat konsolidasi untuk menjadikan isu Uighur sebagai agenda internasional yang sampai ke PBB,” imbuhnya.
Sumber: viva