SK Perpanjangan Kepengurusan PDIP Digugat ke PTUN, Pengamat Politik Cium Gelagat Kekuatan Besar

SK Perpanjangan Kepengurusan PDIP Digugat ke PTUN, Pengamat Politik Cium Gelagat Kekuatan Besar

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Belakangan ini PDIP digempur habis-habisan. Pasalnya, PDIP digugat soal surat rekomendasi pencalonan kepala daerah yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke PN Jakarta Pusat. 

Bahkan baru-baru ini, Surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Kemenkumham terkait pengesahan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 digugat ke PTUN Jakarta. 

Gugatan itu disampaikan 4 orang yang mengaku sebagai kader PDIP. 

Empat orang yang mengajukan gugatan itu ialah Pepen Noor, Ungut, Ahmad dan Endang Indra Saputra. 

Tim advokasi dari 4 orang tersebut, Victor W Nadapdap, mengatakan gugatan itu diajukan lantaran bertentangan dengan AD/ART PDIP.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019-2024," ujar Victor dalam keterangannya, dikutip, Senin (9/9/2024).

Lanjutnya menjelaskan, bahwa SK No M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada 5 Juli 2024 untuk memperpanjang masa bakti hingga 2025, telah bertentangan dengan pasal 17 mengenai struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti 5 tahun. 

Kemudian, Victor mengatakan seharusnya masa bakti kepengurusan DPP PDIP jika sesuai dengan AD/ART ialah sampai 9 Agustus 2024.

Di sisi lain, ia menilai pasal 70 AD/ART menetapkan jika kongres partai dilakukan 5 tahun sekali. Maka, menurutnya, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres.

"Hal ini tentunya sejalan dengan pasal 5 UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," beber Victor.

Padahal, dalam AD/ART PDI Perjuangan, tidak disebutkan adanya hak prerogatif ketua umum untuk mengubah AD/ART. Menurutnya, hak prerogatif ketua umum PDI Perjuangan hanya sebatas mempertahankan empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai.

"Kami percaya dan meyakini putusan PTUN Jakarta untuk memerintahkan Kementerian hukum dan HAM RI untuk mencabut dan membatalkan Surat Keputusan (SK) No M.HH-05.AH.11.02 tahun 2024 tentang pengesahan struktur, komposisi dan personalia PDIP masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025," kata Victor.

Sementara, Pejabat humas PTUN Jakarta Yoyo membenarkan gugatan itu sudah didaftarkan. "Sudah, bisa dicek di SIPP PTUN Jakarta nomor perkaranya 311," kata Yoyo ketika dihubungi terpisah.

Ketua DPP Bidang Reformasi Hukum Nasional PDI Perjuangan Ronny Talapessy merespons soal gugatan tersebut. Dia menduga ada pihak yang sedang mengganggu PDIP.

"Kami lihat ini upaya coba-coba untuk mengganggu PDI Perjuangan. Kalau kader yang benar pasti sudah paham bahwa terkait personalia DPP Partai itu adalah hak prerogatif Ketua Umum. Dan hak prerogratif Ketua Umum diatur dalam konstitusi partai, antara lain yakni di Pasal 15 ART Partai. Bunyinya antara lain, Dalam melaksanakan kepemimpinannya, Ketua Umum bertugas, bertanggung jawab dan berwenang serta mempunyai Hak Prerogatif untuk: (b) mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai," ujar Ronny.

Dia menduga ada upaya pembegalan lewat gugatan di PTUN itu. Ronny menegaskan PDIP tidak akan terprovokasi.

"Kedua, kalau yang menggugat ini adalah kader yang benar, dia juga pasti tahu bahwa kita pernah melakukan percepatan Kongres yang harusnya di tahun 2020 tetapi dipercepat pada tahun 2019 lalu dan semuanya berjalan baik. Percepatan kongres di 2019 itu juga karena hak prerogatif Ketum ketika mencermati situasi politik dan berdasarkan pertimbangan ideologis-strategis partai ketika itu. Baik percepatan dan juga perpanjangan kepengurusan, semua hak prerogatif Ketua Umum yang dijamin dan diatur dalam konstitusi partai," bebernya.

"Nampaknya bau bau jurus membegal konstitusi ala paman usman sedang mau coba diterapkan ulang di sini. PDI Perjuangan tidak akan terprovokasi dengan upaya-upaya membegal konstitusi partai kami," sambung Ronny.

Ronny mengimbau para kader maupun simpatisan untuk fokus pada agenda perjuangan partai. Dia menekankan PDIP solid untuk memenangkan Pilkada.

"Mari kita semakin merapatkan barisan, menyatu dengan denyut nadi perjuangan rakyat, kita menangkan calon-calon terbaik yang kita usung, calon-calon pemimpin yang setia dengan konstitusi, yang punya komitmen kuat mengawal demokrasi dan terutama memperjuangkan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Di samping itu, Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mencium gelagat kekuatan besar.

Di mana seperti yang dikutip dari RMOL, pada hari Senin (9/9/2024), katad dia bahwa PDIP alami serangan bertubi-tubi. Setelah dikerdilkan Joko 'Mulyono' Widodo di Pilpres lalu, upaya serupa kini dilakukan Djufri dkk menjelang perhelatan Pilkada serentak.

Kemudian, dia jelaskan, Djufri dkk, mengatasnamakan kader PDIP, menggugat keabsahan surat rekomendasi pencalonan kepala daerah yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.  

"Wajar publik melihat nuansa politik dalam gugatan (Djufri dkk) ini untuk mengganggu soliditas PDIP yang saat ini sedang menghadapi Pilkada," ujar dia, seperti yang dikutip dari RMOL, pada hari Senin (9/9/2024).

Kemudian, dia jelaskan, gugatan bernuansa politis dan ditengarai ada campur tangan kekuasaan lantaran baru dilayangkan setelah Presiden Joko Mulyono Widodo mendepak Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM minggu ketiga Agustus kemarin. 

Padahal, keputusan memperpanjang masa bakti kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP hingga 2025 dilakukan Megawati awal Juli lalu.

"Tentu gugatan ini telat. Kenapa? Gugatan tidak dilakukan saat misalnya kepengurusan yang baru disahkan melalui SK Menkumham," bebernya.

"Kenapa juga menunggu Menkumham yang baru dilantik dan menunggu rekomendasi calon kepala daerah diserahkan partai," pungkas Adi Prayitno.

Sumber: tvonenews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita