GELORA.CO - Pemecatan kader PDIP atas nama Tia Rahmania tidak ada kaitannya dengan sikap kritisnya kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di acara sesi pembekalan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Senin (23/9) lalu.
Sebab, pemecatan Tia Rahmania oleh DPP PDIP jauh sebelum acara di Lemhanas itu digelar.
Demikian ditegaskan Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (26/9).
“Pada tanggal 3 September 2024, Mahkamah Etik dan Badan Kehormatan DPP PDIP menyidangkan pelanggaran etik Saudara Tia Rahmania atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi. Jadi Mahkamah Etik memutuskan Saudara Tia Rahmania bersalah dan dijatuhkan sanksi tegas pemberhentian dari anggota partai,” tegas Ronny.
Selanjutnya, pada tanggal 13 September DPP PDIP mengirimkan surat pemberhentian Tia Rahmania ke KPU.
Namun, kata Ronny, jauh sebelum itu, pada tanggal 13 Mei 2024, Bawaslu Provinsi Banten telah memutus 8 PPK di 8 kecamatan Dapil Banten I, Lebak dan Pandeglang. Nama Tia Rahmania dinyatakan telah melakukan penggelembungan suara Pileg 2024.
“Itu terbukti bersalah melakukan pelanggaran pemindahan suara yang menguntungkan Saudara Tia Rahmania. Dan sanksinya terhadap PPK ini adalah sanksi administrasi,” ungkap mantan Pengacara Bharada E ini.
Kemudian, pada tanggal 14 Mei 2024 berdasarkan permohonan dari kader caleg PDIP dari Dapil Banten 1 Bonnie Triyana, DPP PDIP pun menyidangkan kasus tersebut.
Hasilnya, ditemukan fakta dan saksi serta alat bukti lainnya, hingga akhirnya DPP PDIP melalui Mahkamah Partai menyatakan bahwa telah terjadi penggelembungan suara oleh Tia Rahmania.
“Dan berdasarkan aturan internal kami bahwa ini adalah pelanggaran kode etik dan pelanggaran terhadap disiplin partai. Maka tanggal 30 Agustus 2024 DPP PDI Perjuangan mengirimkan surat beserta hasil persidangan Mahkamah Partai ke KPU,” uraianya.
“Jadi ini bukan pemeriksaan yang hanya sebentar, tapi ini proses pemeriksaannya sudah panjang,” demikian Ronny.
Sumber: rmol