Merusak Ekosistem Perairan, KKP Larang Pemeliharaan dan Jual Beli Ikan Aligator

Merusak Ekosistem Perairan, KKP Larang Pemeliharaan dan Jual Beli Ikan Aligator

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, memelihara dan memperjualbelikan ikan alligator gar di Indonesia dilarang karena berpotensi membahayakan populasi ikan lain serta dapat merusak ekosistem perairan.

Larangan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 19/PERMEN KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, dan Pengeluaran Jenis Ikan yang Membahayakan dan/atau Merugikan ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, 17 September 2024, menjelaskan, ikan alligator termasuk dalam jenis ikan yang membahayakan atau merugikan yang bersifat buas atau pemangsa bagi ikan spesies lain apabila dilepas di perairan Indonesia.

"Alligator gar bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan ini lepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut," kata Pung seperti dilansir Antara.

Ipunk menambahkan bahwa hingga saat ini sudah banyak kasus ekosistem perairan yang rusak akibat keberadaan ikan yang sifatnya berbahaya seperti itu.

Ipunk menyebut soal Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Populasi ikan red devil mengalahkan ikan endemik waduk tersebut, di antaranya ikan nila, wader, nilem dan tawes. Ikan yang sama juga ditemukan di Waduk Wonorejo.

Situasi yang sama juga terjadi di sungai-sungai di Palembang. Menurut Ipunk, populasi ikan belida di sana terancam punah akibat keberadaan ikan sapu-sapu.

Ekosistem Danau Toba yang juga telah rusak akibat invasi ikan red devil. Akibatnya, ikan batak, ikan mas, ikan jurung, mujair, pora-pora dan tiri-tiri kini langka di perairan tersebut.

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita