GELORA.CO - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dianggap berbohong tentang klaimnya bahwa proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah disetujui oleh seluruh rakyat melalui perwakilan DPR. Koordinator Kelompok Kerja atau Pokja 30 Buyung Marajo menuturkan pernyataan Jokowi bertolak belakang dari kenyataan di Kalimantan Timur, yang menjadi lokasi IKN.
“Sangat bohong,” kata Buyung kepada Tempo lewat panggilan telepon pada Minggu, 29 September 2024, berbicara tentang pernyataan Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi menegaskan bahwa keputusan untuk memindahkan IKN dari Jakarta ke Nusantara sudah sesuai ketentuan. Ia mengklaim proyek IKN di Kalimantan Timur sudah disetujui seluruh rakyat. Hal tersebut ia sampaikan dalam sambutan di Rakornas Baznas Tahun 2024, Istana Negara IKN, pada Rabu, 25 September 2024.
“Jadi ini bukan keputusan presiden saja, tetapi juga keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh seluruh anggota DPR yang ada di Jakarta. Supaya jangan ada sebuah kekeliruan persepsi bahwa ini adalah proyeknya Presiden Jokowi, bukan,” kata Jokowi, dikutip dari video Sekretariat Presiden.
Menurut Buyung, jika memang proyek yang bakal memakan dana triliunan itu disetujui rakyat, maka tidak mungkin terjadi pelanggaran-pelanggaran. Ia mencontohkan warga Pantai Lango, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang lahannya terdampak pembangunan IKN. Lokasi yang dahulu ditutupi oleh tanaman sawit itu kini dikeruk dan diratakan untuk disulap menjadi Bandara VVIP.
Selain itu, kata dia, ada pula perintah pengosongan rumah oleh Otorita IKN (OIKN) kepada warga setempat. Pada 8 dan 9 Maret 2024, sebanyak 200 warga RT 05 Pemaluan, Kalimantan Timur, mendapat surat yang dilayangkan oleh OIKN. Surat itu menyebut bahwa bangunan tempat mereka tinggal merupakan kawasan ilegal, dan harus segera dirobohkan.
“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan,” demikian isi surat teguran pertama dari OIKN pada 4 Maret 2024.
Dengan adanya ultimatum dari OIKN yang mendadak itu, warga asli Pemaluan mengaku merasa diusir dengan dalih pembangunan ibu kota baru. Mereka diberi waktu tujuh hari untuk segera “angkat kaki” dari wilayah tempat tinggal mereka selama puluhan tahun.
“Itu saja sebetulnya sudah membuktikan kalau yang dinyatakan presiden kita sekarang itu bertolak belakang,” ujar Buyung. “Jangankan masyarakat Indonesia, masyarakat Kalimantan Timur pun tidak pernah diajak ngobrol.”
Pokja 30, yang merupakan lembaga advokasi anggaran dan kebijakan publik di Kalimantan Timur, menjadi bagian dari Koalisi Tanah untuk Rakyat (Titura). Koalisi itu sempat menggelar aksi memprotes IKN bersama warga Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024 di IKN, sebelum akhirnya belasan dari mereka ditangkap aparat kepolisian.
Greenpeace Indonesia, yang juga bagian dari Titura, berkata bahwa memang sebelumnya OIKN pernah melakukan sosialisasi kepada warga. Juru Bicara OIKN Troy Pantouw mengatakan sosialisasi soal nasib bangunan warga di area pembangunan IKN sudah dilakukan sejak Mei 2023. Sosialisasi itu termasuk di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan di Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanagara.
Namun, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas mengatakan belum ada diskusi yang lebih mendalam bersama warga setempat. Menurut dia, diperlukan pendekatan yang lebih dari sekadar sosialisasi.
“Setidaknya kalau dalam konteks pembangunan proyek yang dampaknya luas, kan, harus dipastikan semua proses-proses itu dikonsultasikan. Kami sebut ini sebagai konsultasi bermakna, jadi bukan hanya sosialisasi,” kata dia. “Greenpeace sendiri belum pernah diajak diskusi secara mendalam terkait pembangunan IKN ini.”
Sumber: tempo