GELORA.CO - Pengamat politik, Rocky Gerung, turut buka suara terkait rencana hakim yang bakal mogok kerja buntut tidak naiknya tunjangan dan gaji dalam kurun waktu 12 tahun terakhir.
Rocky menganggap, rencana mogoknya para hakim menjadi peringatan kepada negara, keadilan di Indonesia dalam keadaan rapuh.
"Kalau hakim sudah protes terhadap keadilan, itu artinya hal mendasar bagi tumpuan proses-proses keadilan bangsa ini dalam keadaan rapuh," ujarnya dalam kanal YouTube miliknya, Jumat (27/9/2024).
Rocky mengatakan tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan oleh hakim adalah hal yang wajar.
Pasalnya, imbuh Rocky, tidak naiknya gaji dan tunjangan hakim selama 12 tahun adalah wujud tidak terealisasinya keadilan di Indonesia.
Dia mengakui banyak hakim telah menyuarakan kenaikan gaji dan tunjangan tersebut saat dirinya menjadi pengajar di lembaga di bawah Mahkamah Agung (MA).
"Ribuan hakim itu, berteriak setiap saya masuk kelas tentang kondisi penghargaan terhadap profesi itu," jelasnya.
Rocky pun bercerita, dirinya pernah melihat ada hakim yang menumpang mobil pengacara agar segera tiba di pengadilan.
Dia mengatakan, meski ada juga hakim yang terlibat untuk memperkaya diri sendiri, tetapi masih banyak juga hakim berintegritas dan tidak tergoda dengan suap.
Namun, Rocky menilai para hakim yang berintegritas itu juga seakan tidak dihargai negara dengan tak ada kenaikan gaji dan tunjangan.
"Jadi banyak hakim yang berintegritas mengikuti kondisi keadilan negeri ini. Tapi gaji mereka, tunjangan mereka ditelantarkan oleh negara," tuturnya.
Rocky pun mendukung rencana hakim untuk mogok kerja agar pemerintah menerima tekanan agar gaji dan tunjangan mereka naik.
Hakim Rencana Mogok Kerja 5 Hari
Sebelumnya, kabar hakim akan menggelar aksi mogok kerja disampaikan oleh Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid.
Fauzan mengatakan aksi tersebut bakal diikuti oleh ribuan hakim dan digelar pada 7-11 Oktober 2024 dengan tajuk "Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia".
"Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024," katanya, Kamis (26/9/2024), dikutip dari Kompas.com.
Fauzan menuturkan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan dari hakim karena aturan terkait penggajian masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.
Hingga saat ini, ujar Fauzan, PP tersebut belum diubah atau disesuaikan meski, katanya Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahun.
"Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini," tutur Fauzan.
Menurut Fauzan, gaji pokok hakim saat ini masih sama dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS) biasa. Padahal, tanggung jawab dan beban mereka lebih besar.
Kondisi ini, kata Fauzan mengakibatkan penghasilan hakim merosot drastis ketika mereka pensiun.
Selain gaji pokok, tunjangan jabatan hakim juga tidak berubah dan disesuaikan selama 12 tahun terakhir.
Akibatnya, nilai tunjangan yang saat ini diterima hakim tidak relevan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup.
"Akibatnya, banyak hakim yang merasa bahwa penghasilan tidak lagi mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban," ujar Fauzan.
Fauzan mengatakan, kesejahteraan hakim yang tidak memadai bisa mendorong hakim ke jurang korupsi.
Sebab, penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup.
Di sisi lain, PP Nomor 94 tahun 2012 itu dinilai tidak lagi memiliki landasan hukum yang kuat karena Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang memerintahkan agar gaji hakim ditinjau ulang.
"Karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," kata Fauzan.
Para hakim juga mempersoalkan tunjangan kinerja yang hilang sejak 2012 di mana mereka tidak lagi menerima remunerasi.
Saat ini, pemegang palu pengadilan hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang stagnan sejak 12 tahun lalu
Sumber: Tribunnews