GELORA.CO - Anggota Komisi IX DPR mengapresiasi permintaan maaf Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang telah mengakui adanya perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Permintaan maaf ini dinilai sebagai bentuk keterbukaan Undip untuk memperbaiki tata kelola PPDS.
“Dari Undip maupun dari Rumah Sakit Kariadi tadi menyampaikan kepada kita semua bahwa memang perundungan dan bullying itu terjadi,” ucap Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago dikutip dari Undip TV Official, pada Jumat 13 September 2023.
Irma mengatakan perundungan seperti yang terjadi di Undip, bisa terjadi juga di seluruh Indonesia. Sehingga perlu adanya keterbukaan dari setiap institusi untuk melakukan perbaikan program mereka. “Undip nih keren loh ini, karena mau membuka diri, membuka mata, membuka telinga, dan mau memperbaiki,” lanjutnya.
Selain itu, Irma mengatakan sudah ada komunikasi dengan Rektor Undip, Suharmono, untuk membentuk task force dalam rangka menangani perundungan yang terjadi di universitas tersebut.
Senada dengan Irma, Anggota Komisi IX lainnya dari Fraksi PDIP, Handoyo, juga mengapresiasi permintaan maaf Undip. “Ini tentu menjadi awal titik terang yang baik untuk mengungkap secara terang benderang atas masalah yang telah menyita begitu luas di masyarakat,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 13 September 2023.
Untuk itu, menurutnya, Undip dan RS Kariadi perlu terus didukung untuk melakukan evaluasi menyeluruh. “Kejadian ini kita gunakan sebagai pintu masuk untuk perbaikan secara menyeluruh atas pembiaran turun temurun serta carut marut perundungan di pendidikan PPDS di seluruh Indonesia,” tuturnya lebih lanjut.
Proses Hukum Kematian Aulia Risma Tetap Berlanjut
Sementara itu, terkait kasus kematian mahasiswa PPDS Undip di RS Kariadi, Aulia Risma Lestasi, baik Irma maupun Handoyo menekankan bahwa proses hukum tetap berlanjut. Sehingga, tak perlu lagi ada kegaduhan atau saling klaim mengenai kasus tersebut.
Sejauh ini, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah telah memeriksa puluhan saksi terkait kasus kematian Aulia. Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari laporan keluarga korban atas perundungan yang dialami Aulia.
"Jadi laporan polisi yang disampaikan ke pihak kepolisian pertama adalah perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, kemudian juga ada pemerasan," ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Johanson Simamora, pada Kamis, 12 September 2024.
Polda Jawa Tengah juga mendalami hasil temuan investigasi Kementerian Kesehatan yang mengungkap adanya pemerasan Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan yang harus diserahkan Aulia sebagai bendahara mahasiswa PPDS untuk membiayai kegiatan mahasiswa senior.
Sumber: tempo