Diterpa Skandal, Media Pemerintah Arab Saudi Diduga Bekerja Sama dengan Israel, Ini Tujuannya

Diterpa Skandal, Media Pemerintah Arab Saudi Diduga Bekerja Sama dengan Israel, Ini Tujuannya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Al-Arabiya, media yang dimiliki pemerintah Arab Saudi, diduga bekerja sama dengan Israel.

Dugaan ini muncul setelah media penyiaran Israel, Kan, melaporkan bahwa Al-Arabiya punya kerja sama secara langsung dengan tentara Zionis.

Media itu disebut akan mendapatkan informasi eksklusif. Sebagai gantinya, media itu akan menyajikan berita mengenai tentara Israel dengan citra positif kepada para audiensnya di dunia Arab.

The Cradle melaporkan Al-Arabiya didirikan bulan Maret 2003 atau saat Amerika Serikat (AS) mulai mengobarkan perang di Irak.

Media tersebut didirikan oleh saudara ipar Raja Fahd dengan suntikan investasi dari Hariri Gorup di Lebanon dan investasi lain dari Arab Saudri, Kuwait, serta negara lain di Timur Tengah.

Kan mengklaim keberpihakan Al-Arabiya terhadap Israel terlihat jelas dalam judul dan konten breaking news yang disiarkan kanal itu.

Dalam serangan Israel yang menewaskan panglima kelompok Fatah bernama Khalil al-Maqdah, Al-Arabiya melaporkan bahwa dia adalah target serangan, bahkan sebelum orang-orang di sana bisa mengindentifikasi dia.

Menurut Kan, hal itu hanya mungkin terjadi jika militer Israel menyediakan informasi kepada media Saudi itu.

Di samping itu, Kan mengklaim kerja sama Al-Arabiya dengan tentara Israel juga terlihat lewat ekspresi yang digunakan saat melaporkan perang Gaza, yakni sesuai dengan instruksi Abdul Rahman al-Rashid yang menjadi manajer umum.

Kendati liputan Al-Arabiya tampak mirip dengan media Arab lainnya, ada perbedaan dalam deskripsi yang digunakan oleh Al-Arabiya. Deskripsi itu diklaim berpihak kepada Israel.

Sebagai contoh, kebanyakan media Arab menggunakan kata “captive” untuk menyebut warga Israel yang ditangkap Hamas saat Operasi Banjir Al-Aqsa. Sementara itu, Al-Arabiya memilih menggunakan kata “hostage”.

Media Arab lain kerap menyebut Israel sebagai “pendudukan” atau “entitas Zionis”. Kemudian, tentara Israel disebut sebagai “tentara pendudukan” atau “tentara pendudukan Israel”.

Adapun Al-Arabiya memilih menggunakan kata “Israel” dan “tentara Israel”.

Media Arab lain menggunakan kata “martir” atau syuhada untuk menyebut korban tewas akibat serangan Israel, sedangkan Al-Arabiya menggunakan istilah “korban tewas”.

Banyak media Arab menggunakan istilah kelompok “perlawanan Palestina” untuk menyebut Hamas. Namun, Al-Arabiya memilih menyebutnya sebagai “gerakan Hamas” atau “organisasi Hamas”.

Dalam berita Al-Arabiya, Hamas tidak diagung-agungkan atau diberitakan sebagai gerakan yang penting atau kuat.

Tak hanya Kan, media Israel lainnya, yakni Haaretz, juga melaporkan dugaan keberpihakan Al-Arabiya terhadap Israel.

Haaretz menyebut kanal itu memberikan “panggung” kepada juru bicara tentara Israel, Daniel Hagari, untuk mencoreng nama Hizbullah.

“Saya di sini, di utara,” kata Hagari secara live di Al-Arabiya.

Hagari kemudian mengklaim Hizbullah “memanfaatkan rakyat Lebanon” yang mungkin tidak tahu sepenuhnya tentang konflik Hizbullah-Israel.

Di samping itu, Haaretz menyebut Al-Arabiya juga menonjol karena “liputan simpatiknya” tentang Perjanjian Abraham yang melibatkan Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain tahun 2020.

Media Arab itu bahkan menayangkan video dari parlemen Israel saat penandatanganan.

Haaretz juga mengutip pernyataan dari Orit Perlov, seorang peneliti di Institut Kajian keamanan Nasional dan mantan penasihan Kementerian Dalam Negeri AS.

Perlov mengklaim Israel bekerja sama dengan Al-Arabiya.

Adapun pada bulan Juli lalu The New Arab menyebut warga Palestina marah karena liputan tentang pembantaian oleh Israel di kamp Al-Mawasi karena adanya keberpihakan terhadap Israel.

The New Arab mengatakan sebagian besar yang tewas adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Israel bahkan menyerang tenaga kesehatan yang membantu menyelamatkan korban.

Namun, judul berita yang ditayangkan Al-Arabiya tidak menyinggung pembantaian oleh Israel, tetapi lebih memfokuskan klaim Israel bahwa serangan itu menargetkan pemimpin Hamas bernama Mohammed Deif.

Al-Arabiya juga diduga hanya menyebutkan klaim Israel dan awalnya tidak menyebutkan bantahan dari Hamas dan kesaksian warga Palestina.

Sumber: tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita